“Masa Kecil Ku”
Hidup
itu tidaklah seindah yang kita bayangkan, banyak yang bilang, hidup itu akan
menjadi indah ketika kita bersama orang-orang yang kita cintai, ada yang bilang
pula hidup lebih indah lagi ketika
keinginan yang kita impikan dapat terwujud. Tetapi itu tidak bagiku, hidup itu
bagiku adalah penderitaan yang sangat berkepanjang. Dimana kepercayaan kita
kepada sahabat dekat kita dimunafikan begitu saja, dimana orang didekat kita
tidak bisa membantu kita, dimana orang yang kita sayangi menghianati kita, dan
dimana dunia dan tuhan telah berpaling dari hidup kita. Ceritanya ini mulai
dari sini.
Dulu
ayah ku menikahi ibuku tidak memiliki harta apa pun untuk dibawah dalam kehidupan
rumah tangga mereka. Ayah ku lahir pada tahun 1953 dan ibu ku lahir pada 1956.
Ayah lebih tua dari ibu 3 tahun. Ayah dalam pendidikannya tidak tamat SD hal
yang sama juga dengan ibuku.
Ayah adalah sosok seorang yang rajin berkerja,
dimana waktu awal menikah sampai usianya saat ini selalu giat berkerja untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dari mulai menjadi buruh harian lepas,
mengurus kebun sampai membantu itu
mengurus rumah tangga. Kenapa aku tau itu? kerena ibu ku sendiri yang
menceritakannya dan juga aku sendiri yang menyaksikannya.
Ayah
selalu mengajarkan padaku untuk selalu hidup jujur, sopan dan menghormati semua
orang, baik itu kepada orang yang lebih tua maupun lebih mudah dari kita.
Sementara
ibuku adalah sosok wanita tegar, tabah
dan sabar terhadap cobaan dalam menghadapi berbagai rintang rumah tangga, baik itu cemoohan maupun hasutan
duniawi. Ibu selalu mengajarkan kepada ku tentang kepolosan agar kita disukai
banyak orang.
Waktu
itu pukul 01 dini hari 19 Juli 1997 aku
dilahirkan disebuah desa yang jauh dari perkotaan letaknya dipesisir sungai
Kampar. Aku hidup dalam keluarga yang tergolong sangat sederhana. Aku di beri
nama “Fadli”, yang memiliki rambut hitam agak acak-acakan, alis mata yang
melengkung, bola mata yang tajam, dan muka
yang oval. Bentuk tubuh yang sedikit tegap dan warna kulit kuning langsat. Aku
dibesarkan dalam keluarga yang tergolong sederhana, Ibuku selalu mengajarkan ku
pola hidup hemat, buktinya waktu aku duduk dibangku Sekolah Dasar ibuku
memberikan aku uang jajan seribu rupiah sekali seminggu. Berbeda dengan
teman-teman sekelas ku yang diberikan uang jajan setiap hari yang membuat aku
iri. Ingin rasanya aku protes kepada ibuku tetapi tetap saja beliau tidak mempedulikan
memenuhi keinginanku.
Kenapa
bisa begitu, ya karena mau gimana lagi, rumah tangga kita sederhana kita harus
berhemat agar bisa mencukupi kebutuhan kedepannya nak “tutur ibuku”
Masa
laluku adalah masa yang kelam dalam hidupku karna hidup tidak selalu sesuai
dengan harapan, dimana waktu aku kecil aku selalu di kucilkan dalam pergaulan.
Bagiku itu adalah beban yang sangat kejam dalam hidupku, dalam pergaulan masa
kecilku, aku selalu menjadi bahan tertawaan dan ejekan bagi teman sebayaku, entah
apa salah dan kekekurangan aku sehingga mereka mengejek ku. Jika aku membalas
ejekan mereka sering aku dipukuli oleh mereka, sehingga aku memilih untuk diam
dan menerima semua ejekan itu. Dan itu aku alami dari pertama masuk SD sampai
kelas lima SD. Sesudah kelas lima aku mencari teman pergaulan yang agak jauh
dari lingkungan ku, agar tidak ada lagi yang namanya ejekan dan bahan tertawaan
pada ku. Akhirnya ketemulah teman-teman yang baik dan cocok untuk diajak
berteman. Mereka selalu mempraktekan kebersamaan dan kekompakan sabagai teman,
tetapi itu hanyalah bualan semata. Tak jarang aku dibohongi oleh omongan
mereka.
Bukannya
itu baik jika aku memilih-milih teman dalam pergaulan? Karena bagiku memilih
teman yang baik itu akan merubah juga tingkah laku kita kearah yang baik, jika
kita memilih teman yang kurang baik otomatis tingkah laku kita akan mengarah
juga kesana.
Pagi
itu di desa ku yang indah aku membuka jendela kamarku, matahari memperlihatkan
wujud sinarnya yang tajam membuat mataku terasa silau, angin pagi yang dingin
menerpah wajahku membuat aku ingin tidur lagi dan melanjutkan mimpi yang indah.
Tiba-tiba
ada yang mengetuk pintu kamar ku “Fadli..... ayo cepat bangun, ibu ku berseru
dengan suara yang lembut”
Aku
yang sedang menarik selimut menoleh kearah pintu kamar. “Iya, kata ku singkat”.
“ayo
kita sarapan dulu” kemudian ibuku melangkah kan kaki kedapur.
Aku
kemudian merapihkan tempat tidur, lansung bergegas ke dapur. Tanpa mencuci muka
langsung mengambil piring dan nasi serta lauk ke dalam piring makanan ku.
Sementara
di kejauhan aku melihat ayahku hanyut dalam zikir tasbihnya diruang tengah.
“Fadli”
kata ayah ku yang melangkahkan kaki kedapur setelah selesai berzikirnya.
“
iya” kataku yang menjawab sambil menelan nasi kedalam tenggorokan.
“Tadi
sholat subuh nggak”? ayah ku menatap mata ku dengan suara yang tegas.
Raut
wajah ku pucat, sambil menggelengkan kepala “enggak yah”
“kenapa
enggak sholat?” nada suara ayah ku agak tinggi, sambil menuangkan teh
digelasnya.
Aku
diam dan tidak berani menjawab pertanyaan yang bagiku sangat berat untuk
mencari alasanya.
Kemudian
ayah ku duduk di kursi sebelahku dan dia berkata “ sholat itu adalah kewajiban
kita sebagi umat muslim, sholat itu adalah suatu bukti ketaatan kita kepada
pencipta kita, bahwa kita mensyukuri nikmat yang telah diberikanya”. Kemudian
ayah menyeduh tehnya.
“kita
bisa bangun pagi dan makan makanan ini, itu adalah salah satu nikmat yang
diberikan Allah kepada kita”. Ayah memperbaiki posisi duduknya, dan ibu yang dari tadi menyiapi makanan kemudian
duduk disamping ayah.
“tujuan
kita sholat itu bukan karna kita mengharapkan sesuatu sama Allah, itu adalah
ibadah meminta imbalan. Bukan juga karna kita takut sama Allah. Tetapi tanamkan
dalam hati bahwa kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah itu kepada
kita”.
Ibu
menimpali “orang tidak punya tuhan itu adalah orang yang sepi dalam
kesendirian.”
“coba
kamu banyangkan nak!!!, di saat kamu berada
jauh dari ayah dan ibu di tempat yang gelap dan sunyi sama siapa kamu
akan meminta pertolongan?”
Aku
diam tak berani untuk menjawab pertanyaan yag cukup berat bagi ku.
“Hanya
Allah lah yang akan menolong mu nak!...”
kata ibu
Mendengar ucapan ibu yang lembut dan
menyentuh, niatku untuk mendirikan sholat mulai tertanam dibenak ku...
Sehabis
sarapan aku membantu ayah ku menanam bibit pohon karet dikebun yang jaraknya
sekitar 2 km dari rumah, kami berdua berjalan kaki sambil memikul bibit karet.
Untuk
sampai disana butuh waktu sekitar 45 menit. Sesampainya dikebun itu aku
meletakan bekal makan siang dibawah pohon yang rindang. Aku pandangi kebun
karet milik kami begitu hijau, dedaunan masih basah, embun mengiasi
tepi-tepinya. “Ini akibat hujan deras semalam yang membuat tidurku begitu
nyenyak sampai kebawah mimpi” gumam ku dalam hati.
“Fadli!!!....
bawakan bibit karetnya” seru ayah ku dari kejauhan.
Kemudian aku bergegas membawakan bibit
karetnya yang telah diikat rapih oleh ayah ku sore kemaren.
Setelah
selesai sholat zuhur aku dan ayah ku istrahat untuk makan siang. Tiga orang
keluar dari hutan. Mereka memakai sepatu bot, celana tebal, jaket, topi,
terlihat begitu gagah.
Yang
menyita perhatian ku mereka membawa senapan. Itu senapan sangat keren mirip
senapan di film Rambo yang sering aku nonton dirumah tentangga. Otak ku langsung
berpikir, jangan-jangan di tas ranselnya mereka juga tersimpan puluhan granat.
Tapi itu kayaknya terlalu berlebihan. Lagian pula ngapain juga bawa granat di
hutan beginian, enggak mungkin mau perang, kalau pun perang palingan Cuma sama
babi di hutan, harimau, atau beruang. Aah... itu berlebihan, aku mengusap wajah
yang terkena jaring laba-laba.
Melihat
mereka bertiga, ayah ku tersenyum lebar, seakan-akan sudah begitu dekat dengan
mereka. “Ali, sudah lama tidak bertemu”, orang itu, bertubuh tegap berseruh.
Usianya aku kira-kira sebaya dengan ayah.
Ayah
tersenyum sambil menyalami orang tersebut.
“Bagaimana
perjalanan kalian dari jogja suroto?”
“menyenangkan
sekali, Ali, kami sudah 3 hari di kampung ini. Mohon maaf tidak bisa datang
kerumah mu untuk bersiraturahmi, Ali. Kami kesini untuk berziarah ke makam ibu
dan bapak aku. Sudah 20 tahun aku meninggalkan kampung ini Ali. Rindu sekali
rasanya. Dikampung ini mengingatkan aku
pada masa kecil kita dulu Ali, dimana kita dibesarkan disini. Bau kampung ini
adalah surga yang pertama aku rasakan, semilir sejuk angin yang berhembus di tepian sungai kampar bagiku adalah surga
yang tak tertandingi, kesuburan tanahnya hingga ribuan juta karet dan kelapa
sawit serta tanaman lainnya dapat tumbuh subur. Kicauan burung yang menemani
setiap hari takkan pernah terlupakan Ali. Rindu sekali’.
“tapikan
kerinduanya sudah terwujud suroto” ayah ku menyela.
“hahahahaha,
iya itu benar Ali” Suroto tertawa terbahak-bahak.
Hmmm..
sambil melihat aku“Ali, ini anak mu?”
“Iya
Suroto”
“sudah
kelas berapa sekarang?”
“Kelas
lima SD Suroto” ayah sambil tersenyum
Hmmm
suroto menganggukan kepalanya
“kalau
sudah tamat SMA kirimkan ke jogja ya Li, disana pendidikannya bagus,
mudah-mudahan anak kamu dapat ilmu yang bermanfaat, semoga berkah insyaallah”.
“insyaallah,
To, kalau ada rejeki, mudah-mudahan anak ini bisa melanjutkan pendidikannya
setinggi tinginya:.
“amin” suroto terkekeh sambil menepuk penggung ayah
ku.
“Oh
iya, anak mudah berdua ini dari jogja juga ?” ayah ku bertanya pada suroto
“ini
anak ku Li, yang tinggi ini namanya Asep, sudah menikah 5 tahun yang lalu, dan
yang ganteng ini namanya Adit, dia masih kuliah semester 7 di salah satu kampus
negeri di jogja”.
“
ayo salaman dulu sama paman dan anaknya” kata suroto
Kemudian kita
bersalaman.
Tidak
terasa hari sudah semangkin sore, percakapan ayahku dan paman suroto takkan ada
habisnya, akhirnya kami pulang berbarengan sama paman suroto dan kedua anaknya.
Di
pertigaan jalan kami berpisah.
Sampai
dirumah azan berkumandang, aku bergegas untuk mandi, pagi tadi aku sudah
berjanji untuk tidak meninggalkan sholat.
Sholatpun
selesai. “fadli..., ayo makan, panggil juga Ayah mu” terdengar suara ibu dari
dapur.
ayah
yang sedang baca alqur’an menyudahi bacaannya dan pergi kedapur bersama aku.
Selesai makan, aku mengerjakan PR Matimatika
yang diberikan oleh ibu guru minggu kemaren. Butuh waktu tiga jam PR itu baru
selesai.
Dan aku kemudian langsung tidur karena capek
seharian menamam bibit karet.
Pagi
itu hari senin, ibu guru memberikan jadwal ujian untuk akhir semester, yang
mana kalau aku bisa lulus ujian tersebut aku akan naik kelas enam.
Aku yang sedang
membolak-balik buku pelajaran IPS. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak ku “Fadli”
kata andri, dia adalah teman sekelas ku
“apa?”
Sambil melirik kebangku belakang.
“tahun
baru besok, nginap di rumah nenek ku ya didesa sebelah, kalau kamu ikut asyklah
pokoknya aku jamin”.
Mendengar ucapkan
Andri yang begitu meyakinkan dan membuat penasaran, akupun setuju.
“okelah “ jawabku sambil tersenyum.
Ujian pun
selesai, alhamdullilah aku naik kelas 6. Pada hari itu ayah dan aku pergi
kesekolah untuk mengambil buku rapor aku.
Andri
datang menghampiri aku, “Fadli jadi enggak besok lusa tahun baru, ayo berangkat
nginap di rumah nenek aku”!
Ayah
yang duduk disamping aku menoleh ke arah aku, “mau kemana kalian berdua?” ayah
memotong percakapkan kami.
“Mau
ketempat nenek Andri yah” kata aku dengan muka memelas.
“iya
om” kata andri
“Yasudah
tapi izin dulu sama ibu mu nak” tutur ayah singkat.
Setelah selesai
ambil rapor aku dan ayah pulang, waktu itu jam dinding menunjukan waktunya
makan siang, sampai dirumah, ibu sudah menyiapkan hindangan makan siang dan
memanggil aku dan ayah.
Lagi sedang asyik
makan, aku memulai pembicaraan.
“bu,
besok aku sama andri pergi nginap di rumah neneknya, boleh nggak bu” kata ku.
“iya,
silahkan, tapi hati-hati. Jangan repotin orang” kata ibu sambil tersenyum.
“siap
bu”
Besok harinya aku
dan Andri berangkat jalan kaki sekitar 50 menit, sampai disana hari sudah
gelap, kami berdua disuruh neneknya untuk tidur di kamar depan.
Senja hari aku
sama andri pergi mandi di pinggir sungai, sehabis sholat maghrib aku sama andri
di panggil untuk makan malam bersama.
Sehabis makan malam, nenek dan andri bercerita
tentang ayah dan ibunya andri. Sehabis
cerita tentang keluarganya. Paman dan tante serta sepupunya datang membawah
berbagai makanan.
Nenek andri
menyuruh kami duduk di bangku halaman depan rumah, sambil nenek menyiapkan teh
hangat.
Sementara om
andri menyiapkan kayu bakar untuk
dibikin api unggun yang besar.
“Wiiihhh...
kayaknya keren nih Ndri” kataku
“Iya
nih Fad..” kata andri yang sedang memilih jagung buat dibakar.
“Andri..!!!!”
panggil tantenya yang duduk dekat anaknya di teras rumah
“iya
tente”
“Tolong
ambil gitar dirumah tante dekat tv ya”
“Siap
tante”
“Fad..
temani aku ambil gitar, aku takut sendirian” andri berbisik pada ku.
“iya,
ayo, dasar penakut”
Sehabis ambil
gitar, api unggun pun menyalah...
“Idihh
keren...” kata tante andri
Sementara itu
omnya andri mengambil gitar dan memetik senarnya.
Aku dan andri malah
melongoh..
“Andri
yuk kita bakar ayam dan jagungnya nih” kata sepupuhnya
“Yuk ndri kata ku” menimpali.
Abis makan jagung
dan ayam bakar...
Kami pun ikut
menyanyi bareng.
Tapi kurang
lengkap, soalnya nenek andri pamit untuk tidur duluan..
Puas bernyanyi,
jam menunjukan pukul 11.30 wib, paman dan tante andri serta sepupuhnya pulang
duluan.
Tinggal aku sama
andri..
“Fad...
bakar lagi yuk, masih ada nih jagungnya, empat”
“AHH...
Ayolah” kata ku memelas.
Kenyang makan
jagung, ngantuk pun datang.
Ndri tidur yuk
udah malam nih.
Tiba-tiba mati
lampu.
“Ihhhh
serem” kata ku
“Huissshh
dasar kau Fad” andri sedang kikkuk ketakutan
Kami pun lari
langsung masuk kamar dan tidur.
“Duhhh
nggak bisa tidur nih dri” kata ku
“Kenapa”
kata andri
“aku
mau pipis nih, temanin aku kebelakanglah” kata ku
“Malas
banget, udah kamu pipis aja di halaman rumah, itu lagi pula bulanya lagi terang-terangnya
tuh”
“Duh,,
aku takut” kata ku lemes
“hahahaha,
rasain”
Akhirnya mau
nggak mau, aku pergi sendirian ke depan halaman rumah, Lihat kiri kanan nggak
ada orang, aku langsung pipis di bawah pohon beringin yang gelap dan rindang.
Sedang asyik
pipis tiba-tiba datang makhluk hitam, tinggi, kekar, matanya merah menyala. Menunjuk
jari telunjuknya dan Menatap tajam ke arah ku.
Aku saat itu
terkejut dan ketakutan yang tak tetandingi. Mau berteriak lidah keluh, mau lari
nggak bisa, kaki gemetaran.
Aku panik tiada
tarahnya, tapi aku mencoba tetap tenang,..
Aku baca surat
Al-fatiha, berharap dia segara pergi.
Tapi nggak juga
pergi.
Aku baca ayat
kursi, aduh aku nggak hafal lagi, sial! “Gumam ku”
Akhirnya aku
berpikir keras,.
Tiba-tiba muncul
sebuah ide di benak ku. Aku acungkan jempol kearah makhluk itu, barulah dia lari
terbirit-birit.
“Ternyata ngajak
suit rupanya, hedehh ada-ada aja” celoteh ku legah.
Kemudian aku lari
sekencang-kencangnya masuk ke dalam rumah dan tidur.
Esok
harinya kami berdua langsung pulang setelah berpamitan sama nenek dan paman
Andri.
Ujian nasional
pun segera tiba, ujian ini adalah ujian
penentu kelulusan aku, setelah enam tahun aku masuk sekolah dasar. Ini adalah
waktunya belajar mati-matian agar dapat nilai yang memuaskan.
"Pelajaran
berharga dari Ayah"
Teringat
sewaktu kecil dulu, ketika sekolah memberikan tugas hafalan, langsung merengek
ke ayah meminta keajaiban memilki kemampuan daya ingat yang kuat. Kebetulan
juga saat itu gurunya sangat kejam, sebagai anak kecil bagiku, ayahlah tempat
aku berlindung.
Dengan
sabar ayah memberikan keajaiban itu, ia menuturkan “apa yang kamu lihat
jangalah di hafalkan, ingatlah kalau ia pernah kamu lihat. Cukup dilihat-lihat
aja nanti kamu mengingatnya”!
Waktu itu masih
bingung, apa bisa? Ayah melanjutkan, “lihatlah setiap barisnya mengandung kata,
didalamnya mengandung maksud. Lihatlah setiap maksud dari kata-kata itu dan
keterhubungannya dengan baris berikutnya, dengan pelajarannya, dengan gurunya,
lihatlah keterhubungan kata-kata itu dengan sekolah mu. Lihatlah semua dalam
pikiran mu.”
Dengan
bimbingannya, dalam waktu singkat kemampuan mengingatku meningkat dengan cepat,
pelajaran saat itu bahasa indonesia menghafal puisi.
Ada satu hal lagi
lagi yang ajaib , saat itu rumah masih
dalam cengkraman listrik bergilir, listrik padam lampu minyak pun
dinyalakan.
Kegelapan
membuat kami saling berhadapan ke api, ingat betul bagaimana raut wajahnya,
dengan penuh rasa ingin tahu ayah bertanya “ api ini kok merah, api ini kok
memucuk naik ke atas dan hilang? Ada apa
dengan api ini? Api ini apa?
Aku pun bingung.
Tak ada jawaban saat itu, dan setiap pertanyaan yang di ajukan ayah selanjutnya, tak pernah ada jawaban.
Semua tenggelam dalam imajinasi kesunyian. Tapi siapa sangka, cara mengingat
dan cara bertanya banyak memberikan keajaiban.
"Tekad"
Kenapa
Ya Tuhan banyak sekali kekurangan yang Engkau berikan pada hamba ini, pada hal
besar dan banyak sekali harapan Kedua Orang Tua hamba yang tertujuh kepada
hamba, seakan hamba Mu ini tidak sanggup untuk memikul semua harapan itu. Tuhan
kepada Engkau begitu kejam pada hamba memberikan cobaan yang begitu banyak dan
begitu berat untuk hamba emban, padahal hamba selalu mengingat Mu dan meminta
pertolongan Mu di setiap hari, tetapi Engkau tidak mendengarnya apalagi
mengabulkannya.
Ketika
aku telah lulus dari sekolah menengah pertama, kedua orang tua aku ingin aku
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya yaitu, SMA. Saat itu aku di terima di salah satu sekolah
favorit yang ternama di kabupaten aku.
Setelah
masuk sekolah dan selesai MOS (masa orentasi siswa) begitu banyak perbedaan dan
kekurangan yang ada pada diriku, baik dari segi ekonomi, pergaulan dan memahami
cara belajar orang kota dengan orang yang seperti aku dari kampung. Pelajaran
di sekolah tersebut bagi aku sangat jauh berbada dan begitu berat. Pada
akhirnya aku menyerah dan bergaul bersama teman-teman yang nakal di di sekolah
tersebut. yang pada akhirnya aku sering bolos kebut-kebutan di jalan, merokok
dan mabuk-mabukan. Hingga paling membuat aku malu adalah ketika orang tua aku
dipanggil kesekolah.
Tidak
sedikit air mata ibuku menangis, setelah mengetahui perbuatan aku tersebut,
anak yang diharapkan dapat mengangkat derajat keluarga tetapi malah sebaliknya,
mempermalukan orang tuanya.
Hal
tersebut membuat aku membenci diriku
sendiri. Membuat aku benci sama tuhan, kenapa aku di ciptakan banyak
kekurangan, aku bodoh, tidak mampu dalam memahami pelajaran di sekolah, “kenapa
aku seperti ini tuhan” teriak ku dalam hati.
Setelah
sebulan sejak orang tua aku di panggil kesekolah, akhirnya ujian kenaikan kelas
pun tiba.
Aku
ingat pelajaran berharga dari ayah untuk memahami perlajaran disekolah, disaat
ini baru aku memahami semua perkataan ayah.
Memang benar saat itu tak banyak itu
pertanyaan ayah tak banyak jawaban, memang benar seperti diajak masuk
di dunia khayal, tapi bimbinganya, membuka banyak tabir kehidupan di
masa mendatang. Bagi ku, cara ia mengajari anak-anaknya adalah Membentuk untuk
individu masa depan terimakasih ayah!
Waktu
ambil buku rapor pun tiba, aku merasa yakin bisa menjawab soal ujian tempo
minggu lalu.
Tapi
mau gimana lagi didalam buku rapor tertulis “ tidak naik kelas”. Ibu guru wali
kelas bilang “kamu sering bolos nak dan tak pernah ngerjain tugas nak, makanya
dengan berat hati ibuk terpaksa menulis ini nak”.
“maafin
ibu ya nak” kata ibu guru dengan wajah lesuh.
“nggak
paapah bu”
Aku
yang waktu itu sedih dan takut langsung lari dari ruang penerimaan rapor. Ayah
ku yang dari tadi diam duduk kecewa di bangku depan pintu kelas ku melihat buku
rapor ku.
Aku
menangis melihat teman-teman sekolah ku bahagia bersama orang tua mereka dan ayah
ku kecewa dengan anaknya yang tidak naik
kelas di sekolah favorit.
“ya
tuhan, kenapa engkau berikan cobaan ini, aku telah mengecewakan orang tuaku,
tolong aku tuhan” pintah ku memohon.
Lagi
sedang menangis, tiba-tiba teman-teman aku datang menghampiri aku.
Ada
yang senyum dan ketawa, dan ada pula yang simpati. Tetapi aku nggak tau isi
hati teman-teman sekelas aku tersebut, karena aku kurang mengenal mereka.
Dan
dari kejauhan ayah ku berjalan kearah aku mengajak aku pulang kerumah. Disepanjang
jalan pulang aku dimarahin habis-habisan sama ayah ku, dan di rumah aku di
marahin sama ibuku. Rasanya tak sanggup aku menjalani hidup yang berat ini. Rasanya
tak sanggup aku memaafkan diri ku sendiri, aku benci pada diri ku sendiri.
Akhirnya
seminggu aku murung di dalam kamar menyesali perbuatan aku tersebut.
Aku
keluar dari kamar dan meminta maaf kepada ayah dan ibu ku.
“Maafin
aku yah, bu.” Dengan suara tersendu-sendu.
Ibu
ku langsung menangis dihadapan ku, itu adalah suatu hal yang tak pernah aku
lupakan dalam hidup ku.
“Aku
janji nggak akan kayak gitu lagi bu, aku janji”
“Tolong
bu kasih aku kesepatan lagi bu, tolong lah bu, tolong...” dengan suara memohon.
“jadikan
penyesalan itu sebagai kunci untuk memperbaiki diri sendiri, nak” kata ayah
dengan suara tercekat dan sedih.
“iya,
yah”
Akhirnya
aku peluk ibu dan menagis dalam pelukannya.
Waktu
libur pun telah habis, aku tidak bisa kembali kesekolah tempat aku dulu. Karena
kalau kembali kesekolah tersebut aku masih tetap di kelas yang sama yaitu kelas
1. Jika pindah kesekolah yang lain kata kepala sekolahnya aku di naikan kelas
2.
Akhirnya
aku meminta orang tua ku untuk pindah dan memasukan aku kesekolah lain.
Pindah
kesekolah lain memang hal yang merepotkan, mulai dari perkenalan diri, mencari
teman baru dan menyesuaikan dengan lingkungan yang baru.
Tapi
ada motivasi dalam diri untuk tetap tegak dan semangat. Motivasi itu diberikan
oleh kepala sekolah aku dulu.Ketika aku dan ayah ku meminta surat pindah kepada
kepala sekolah Beliau mengatakan: “maafkan hari kemarin, terima apa adanya hari
ini, dan berjuang untuk esok hari. Karena massa yang akan datang kita takkan
pernah tau”.
“Maka
tenanglah. Bahwa memang, kita sebagai manusia selalu dalam keterikatan dengan
masa lalu dan semua kemungkinan yang terjadi pada masa depan, janganlah
bimbang, karena kedua hal ini merupakan refleksi diri sebagai syarat untuk kita
menetapkan arah, menegaskan diri, dan berkembang ke masa depan”.
Jadi
nak “jadikanlah penyesalan itu sebagai kunci dalam memperbaiki diri sendiri”
dan dengan kejadian ini kamu bisa untuk meraih prestasi mu lebih giat lagi ya
nak” ucapan beliau dengan penuh harap.
“Terimakasih
pak atas nasehatnya, ini adalah nasehat yang paling berharga dan selalu aku
kenang” kata ku dengan penuh semangat.
Akhirnya
aku menjalani sekolah penuh dengan semangat dan mendapatkan nilai ujian-ujian
yang memuaskan.
Alhamdulillah....
"Biaya untuk Kuliah"
setelah
selesai ujian nasional adalah masa-masa untuk menentukan hari kelulusan, dan
selama 1 bulan menunggu hari itupun datang juga.
Alhamdulillah
aku lulus, terimakasih ya Allah.
Banyak
teman yang bertanya kepada ku, “habis ini mau lanjut kuliah atau kerja”?
Tapi
pertanyaan itu adalah pertanyaan yang terberat untuk aku jawab, karena
keinginan hati untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya tetapi terhambat oleh
biaya orang tua yang pas-pasan.
Aku
tak ingin lagi merepotkan kedua orang tua ku, karena terlalu banyak beban yang
harus di pikul oleh mereka.
Pada
malam itu selesai makan malam, aku, ibuku dan bapak ku duduk berbincang-bincang dan menanyai nilai
kelulusan ku.
“Gimana
nilai ujian nasional mu nak”? kata ibu
“Alhamdulillah
bagus bu”.kata ku
Bu,
dengan suara agak tercekat, aku ingin kuliah di bandung.
“Aduhh
gimana nak, kita nggak punya uang untuk kamu kuliah” wajah ibu mulai sedih.
Dan
ibu menangis lagi gara-gara aku. Aku merasa bersalah meminta untuk kuliah.
Ayah
dari tadi diam mulai angkat berbicara.
“sabar
ya nak, ayah belum punya uang untuk kamu kuliah. Ayah pengen kamu berhenti
setahun dulu untuk menabung dan cari uang” kata ayah penuh harap.
“Tapi
kenapa kamu ingin kuliah jauh nak”? kata ayah.
“Aku
ingin merantau yah, ingin cari pengalaman yang tak pernah aku dapatkan disini
yah” kata ku dengan yakin
“Baiklah
nak, jika itu keputusan yang dapat membuat dirimu berkembang aku dukung itu”
kata ayah agak sedih.
Akhirnya
aku berkerja dengan giat dan semangat selama 1 tahun.
Selama
1 tahun uang tabungan aku rasa cukup untuk masuk kuliah dan uang ayah untuk
biaya kuliah ku.
Mulai
lah terasa berat bagi aku dan kedua orang tua ku untuk melepas kepergian ku.
Walaupun berat tapi ada suatu tekad dalam diri untuk menambah ilmu pengetahuan
dan mengangkat drajat keluarga.
Pagi
itu 26 agustus 2014 aku berangkat sendirian dari rumah untuk terbang ke
bandung.
Ayahku
tidak bisa mengantarkan aku, karena ibuku lagi sakit. Berat rasanya
meninggalkan ibuku yang sedang sakit demam dirumah, ingin rasanya menjaga dia
sampai sembuh baru aku bisa berangkat. Tapi mau gimana lagi tiket sudah
didapat, kalau dibatalkan begitu saja sayang uang ayah yang begitu susah payah
didapat kan.
“Berangkatlah
nak, uhuk..huk” kata ibu batuk sambil tersenyum terbaring di tempat tidur.
“tapi
bu, ibu kan lagi sakit”
“Nggak
papah nak, besok pagi akan sembuh” dengan wajah yang mencoba meyakinkan ku.
“Berangkat
lah nak, biar ibu, ayah yang menjaganya” kata ayah yang berdiri disamping ibu.
aku
cium tangan ibu dan ayah kemudian aku lihat, wajah kedua orang tua ku sudah
menua dan berkerut di keningnya.
Berat
rasanya untuk meninggalkan mereka, meninggalkan rumah ini, tapi aku tetap kuat
dan meninggalkannya.
Sampai
di bandra bandung, aku mencari penginapan yang dekat di bandara itu, kemudian
pergi masuk ke bilik internet untuk mencari kampus yang murah dan bagus di
bandung.
Akhirnya
ketemu satu kampus swasta, besok paginya aku mendaftar dan beberapa hari
menjalani tes, pada akhirnya aku diterima.
Kemudian
aku mencari kos di dekat kampus tersebut, membeli perlengkapan kuliah dan
sebagainya.
Tiga
minggu berlalu Ospek kampus pun di mulai, aku mempunyai banyak teman dari
berbagai daerah dan suku, aku sangat senang.
Ada
seorang wanita yang sangat aku kagumi dari teman ospek tersebut dia sangat
pintar menurutku.
Aku
yang lagi asyik berjalan di depan halaman kampus, melihat dia yang sedang duduk
sendirian, dan aku mencoba untuk memberanikan diri mendekatinya, dengan maksud untuk berkenalan
denganya.
Ternyata
dia sangat baik dan ramah, aku jadi kagum sama dia.
Hari-hari
berlalu ospek pun selesai, saatnya masuk kuliah dan fokus dalam pelajaran.
Untuk
menambah wawasan aku, aku masuk dalam organisasi kampus, dan tak aku duga
ternyata dia juga masuk organisasi kampus tersebut.
Waktu
itu ada latihan debat aku satu kelompok dengan dia.
“Aku
kagum dengan cara mu, begitu hati-hati, begitu ramah, penuh pertimbangan,
obyektif, sehingga banyak memberi manfaat pada yang lain, pantang menyerah dan
memiliki kemampuan analisis yang dalam”. Kata ku sambil tersenyum duduk
didekatnya
“Makasih ya fad, aku nggak seperti itu juga
kok, kamu nih terlalu berlebihan” katanya sambil tersenyum lebar.
Hari-hari
ku berlalu dengan penuh senyum, sejak aku dekat dengan dia, ada sesuatu yang
baru, seperti mendapat kekuatan magis, dimana hal yang dilakukan penuh dengan
semangat. Kehidupan yang lama aku alami sudah berakhir.
Hari-hari
berjalan, aku dan dia mulai saling perhatian, dari bergurau canda tawa bersama,
nanyaian kabar dan masih banyak lagi yang lain.
Ada
satu kata darinya yang membuat aku semangkin tertarik padanya
Saat
itu kita berdua saling berdiskusi tentang zaman modern. Dia mengatakan: “Menjadi
orang yang simpel, bukan hanya dengan tidak mengangkut toko aksesoris pada
penampilan.Tapi juga dengan membangun pola pikir sederhana namun brilian.”
Ujarnya
Memang
kata-katanya biasa, tapi tersimpan makna yang cukup dalam. Sekarang yang aku
pikirkan adalah “bagaimana agar hubungan aku dan dia lebih dari sekedar teman
dekat, aku ingin menjaga dia, berada didekat dia dan berjuangan bersama dan
membangun masa depan bersama” pikiranku melayang-layang
“Selama ini, Ibu mengajarkan aku kepolosan,
namun ayah tidak mengajarkan ku bagaimana cara menggoda wanita”. Haduh gumam ku
Selepas
pulang dari kuliah aku di ajak keperpustkaan sama dia, untuk mencari bahan referensi
tugas kuliah.
Pada
saat aku mau ambil buku tak sengaja mata kita saling bertatapan tak berkedip
dalam waktu agak lama, aku lihat wajahnya agak memerah dan malu, tingkahnya
agak kikuk dan tak sengaja di memegang tangang aku dan melepaskannya seketika
itu pula.
Aku
pun bingung, apa yang harus aku lakukan. Aku juga malu, akhirnya aku pura-pura
lihat-lihat buku.
Hari
demi hari bulan-bulan pun berganti, ujian semester pun telah selesai. Saatnya
hari liburan tiba.
Dia
berpamitan sama aku untuk pulang kampung di jogja. Sebelum dia pulang aku ajak
dia ketaman wisata di bandung, lagi asyik berfoto sama dia, aku beranikan diri
untuk mengatakan prasaan aku padanya dengan jujur. Walupun berat dan agak malu,
aku coba beranikan diri.
Tapi
dia belum bisa menjawabnya, aku binggung, apa yang aku katakan barusan salah,
atau lebih baik aku tidak mengatkannya.Rasa kesal dan perasaan bodoh ini telah
menghantui pikiran aku.
Sudah
dua minggu sejak dia pulang kampung, perasaan tidak tenang selalu menghatui
segala aktivitas ku. Telpon nggak diangkat, sms dan chat bbm nggak di balas.
Akhirnya aku memutuskan
untuk mengirim puisi ini agar menghilangkan kegelisahan dan keresahan hati ini,
dan semoga dia membacanya
Ijinkan aku mengusik hati mu di relung malam
saat kesendirian ku disini.
Cintaku pada mu tak peduli apa kau menerima ku
atau menolak ku, ini bukan pilihan ku seandainya aku harus memilih aku akan
tetap memilih mu.
Telah lama ku tinggalkan semua yang
menghampiri ku, engkau tau? Sampai sekarang tak ada bedanya pendirian ku hingga
malam akan larut menghiasi kenangan kita, aku tetap saja merindukan saat-saat
kita bersama.
Kepada angin malam ku titipkan awan rindu
walau hanya lewat angan, saat tiba ku ingin kamu tau “aku benci padamu” ingin
ku penjarakan waktu dan jarak agar tak memisahkan kita terlalu lama dan jauh,
hingga membuat ingatanku hampir melupakan dirimu, hingga membuat diriku benci
pada mu.
Dendam ingin bertemu karna di pisahkan waktu
dan jarak.
Saat aku mulai membencimu, saat itu pula aku
sadar ternyata aku masih merindukan mu, itulah dendam romantisku.
Kemudian
dia balas :
Cinta bukan terletak pada banyaknya pertemuan
dan manisnya kata-kata, tapi cinta itu terletak pada ingatan seseorang terhadap orang yang disayanginya
dalam setiap doa’a.
Apakah
dia juga mencintai aku, atau tidak? Ini membuat aku resah dan pusing.
Kemudia
aku balas:
aku
menukil tentang rasa yang aku tak tahu kemana arahnya, tentang aku yang
merindu, mencintai dalam tangis dan berdoa dalam harap. Akan kemanakah hati ini
berlabuh??.
Pada
esok harinya dia ngasih kabar, bahwa besok dia akan balik ke bandung dan meminta
aku untuk menjemputnya distasiun. Betapa senangnya aku mendengar kabar tersebut.
Keesok
harinya aku berangkat kestasiun, sela lima belas menit menunggu akhirnya kereta
yang dia tumpangi datang juga, aku
menunggu di pintu kedatangan dan dia kluar dari dari pintu tersebut langsung
aku peluk erat, betapa rindu dan bahagianya aku.
“Eeh...
lepas Fad, malu dilihat banyak orang” katanya setengah kaget.
“Uppsss...
maaf aku nggak segaja” kata ku malu dan langsung melepas pelukkannya.
Dia
mengelengkan kepala dan menghembuskan nafas.
Aku
kemudian membawain bareng dia ke motor tempat parkiran.
Sesampai
di kosnya kemudian dia meletakan barang bawaannya, lalu kami berdua makan
bersama.
Aku
mulai bertanya menanyakan tentang prasaannya kepada ku, akhirnya dia menjawab
“iya aku suka sama kamu”.
“Terus,
kenapa kemaren-kemaren nggak bilang pada aku”? kata ku kesel
“Hehehehe,
maaf Fad, aku sengaja” kata dia sambil ketawa.
“Hehe”,
aku juga tersenyum.
Melihat
dia ketawa ,rasa rindu yang selama ini telah hilang, seakan-akan serasa dunia milik
berdua.
Tapi
itu hanya sebentar saja, hari-hari berjalan dengan cepat, dia jarang ngasih
kabar dan hubungi aku lagi. Aku mulai rindu akan dia dan berpikir tetap optimis
dan berpikir positif tentang dia. Bagi aku, kerinduan terbesar itu bukan ketika
sms nggak di balas, bukan ketika status kita nggak di like, apa lagi di
comment, ketika “Ping” di abaikan, ngajak jalan selalu belajar menjadi alasan,
pratikumlah, laporanlah, PR-lah...
Tapi
sebenarnya kerinduan terbesar adalah ketika dalam kesendirian kita duduk dan
mendo’akannya, semoga dengan kesibukannya ibadah nggak lupa! Itulah kata-kata
optimis aku.
Kemudian
aku telpon ngajak ketemuan nanti malam, dia bilang “iya” di tempat yang kita
janjikan.
Aku
duduk dibangku taman, duduk sendiri, duduk dalam temaram. Rembulan tak nampak,
sedang bintang-bintang bersembunyi di balik awan. Angin berlarian antara cemara
yang lelap...Dan, kau tak datang malam ini. Sudah dua jam lebih aku menunggu,
tetapi dia tak kunjung datang malam ini.
Apakah
kau pernah merasa sendiri seperti aku? Jika kau pernah merasa sendiri dan cahaya
membuatku sulit tuk temukan. Ketahuilah, aku selalu sejajar disisi lainnya.
Aku
pulang dengan prasaan Benci, kesal, jengkel, sebel pokoknya yang bikin nyesek
semuanya ku bungkus dalam satu kata “kerinduan”.
Kira-kira setelah malam itu SMS aku tidak dibalas.
Malam besoknya aku Sms tidak juga dibalas. Aku masih memaklumi, mungkin dia
pergi kesuatu tempat bersama temannya atau suatu acara dan handphonenya
ketinggalan.
Hari
berikutnya aku sms tidak dibalas, aku telpon tidak diangkat. Aku coba menelpon
teman-temannya tidak ada yang tau. Tiba-tiba besok harinya sms masuk dari dia “maaf
Fad mulai hari ini tolong jangan hubungi aku lagi”
Betapa
kagetnya aku membaca sms dari dia, sempat terpikirkan dalam benakku, alangkah
bodohnya diriku setiap hari menambahkan rasa cinta kepada dia, yang mungkin dia
sama sekali tidak memperdulikan aku. Tapi pikiran itu aku buang jauh-jauh. Aku tak
peduli, aku ingin tau ada apa sebenarnya.
Aku
merasa di remehkan dan di permainkan perasaan aku. Keesokan harinya pulang dari
kampus aku lihat dia pulang bersama laki-laki lain, tetapi aku tak berani
menyamperinnya. Hari-hari berikutnya begitu juga dengan laki-laki yang sama.
Aku
langsung pulang kekos dan memhempaskan badanku di tempat tidur sambil memeluk
guling.
“aku
menangisinya seolah-olah dia telah lama mati”
Terdengar
ishak tangisan aku dari luar, tiba-tiba ada teman kos aku mengetuk pintu kamar,
aku bergegas membuka kamar kos.
Kenapa
fad, kenapa nangis gitu? Kata anton teman kos yang kebetulan satu kampus.
“Nggak
ada nton” jawab ku singkat
“Ceritalah,
itu mata mu merah kayak gitu, nggak ada apa-apa, mustahil” kata dia ingin tau
Sekianlama
dia mendesak aku untuk cerita, akhirnya terpaksa aku ceritain semua.
“Jangan
terlalu dipikrin fad, nanti kamu bisa drop” kata anton
“bagaimana
nggak harus dipikirin, dia selalu masuk dalam pikiran aku nton” jawab ku kesel
“Yaudah,
nikmati aja dulu” tukas anton.
Didalam
kamar sudah jam 5 subuh, hampir 15 jam aku terus menangisi dia.Tubuhku mulai
letih dan tak bisa tidur.
Bagi
ku Saat ini, hidup telah menjadi beban yang begitu berat sehingga aku
benar-benar membutuhkan mu untuk menemani ku agar aku tetap dapat merasakan
kebahagiaan dan kesengangan supaya aku tetap sehat. Aku seperti sebuah jam
dinding yang lama tak di perbaiki dan berdebu di setiap bagiannya. Karena
kepribadianku telah menjadi penting untuk
diriku sendiri, melalui hubungan ku dengan mu aku dapat memikirkan kesehatan ku
dan tidak membiarkan diriku menjadi haus akan kerinduanmu.
Keesokan
harinya teman-teman kos ku mencoba menasehati ku, agar aku melupakan mu, tapi
bagi aku itu sangat berat, karena kau telah jauh masuk dalam hati aku.
Berulang
kali mereka mengeluh dan menyakinkan pada diriku, bahwa aku telah membawa
petaka bagi diriku sendiri karena menginginkan mu.
“Tak
apa. Jalani saja dengan sahaja.Tersenyum, sebab perkara ini telah menjadi
telunjuk yang jujur tentang ketulusan” ujarku
Anton
yang rasa empatinya sangat kuat, mencoba meyakini aku tentang masih banyak
wanita di luar sana yang baik, masih banyak yang harus kamu pikirkan dan apakah
dia memikirkan kamu atau nggak dan macam-macamlah, inilah dan itulah.
Tetapi aku masih memikirkan mu, Sudah tak ada
dunia yang begitu baru lagi tanpa kamu, suda tidak ada lagi.
SMS
singkat mu terus aku baca disepanjang malam ini. Malam hampir berlalu pagi
telah membayang, bintang jatuh sebagai hujan dan hening tanpa rembulan. Demikianlah
hari berjalan tanpa mu.
Besoknya
aku tidak kekampus, aku kerena baru tidur jam 6 pagi, dan bangunnya sore jam 3.
Pintu
diketok, aku bergegas membuka pintu. Ternyata anton yang baru pulang dari
kampus.
“Gimana
kabar fad” kata anton tersenyum
“Yah,
seperti yang kamu lihat” kata ku singkat
“Ayo,
mandi dulu, kita jalan-jalan dulu cari udara seger”
“Iya”
kataku.
Kemudian
aku lekas mandi, setelah selesai mandi kami berdua pergi ke mall. Tak sengaja
aku lihat dia bersama cowok yang di kampus kemarin.
Aku
melihat dia sedang ketawa kegirangan di salah satu cafe yang ada di mall itu.
Saat itu pula aku mulai membencinya.
Anton
yang dari berdiri di samping aku melihat aku memandang kearahnya itu melihat
raut wajah aku kesel dan kecewa.
“fad,
Dunia ini pada dasarnya adalah soal Cinta. Bahkan kebencian itu lahir karena
ada Cinta yang lain. Maka tidakkah lebih baik perluas cinta, hingga kita tak
perlu lagi merasakan sakit hati karena benci”. Ujar anton
“Sekarang
kamu bisa melupakannya kamu bukan hanya bisa melihatnya bahagia, tapi juga
merasakannya bahagia. Biarlah dia bahagia, mungkin dengan orang lain fad , jadi
iklasin aja jangan dendam” tambah anton
Meski
lara hati, menangis melepasmu. Andaikan kau tau , betapa aku masih mencintai
mu, ingin rasanya aku memelukmu untuk terakhir kalinya untuk melepas kau pergi
namun aku takut tak mampu.
Kemudian
aku pergi meninggalkan mall tersebut, karena kalo lama-lama disana akan terasa
menyakitkan.
Kemudian
kami duduk di depan halaman mall tersebut sambil melihat-lihat orang yang sedang
berjalan-jalan.
Anton
memulai percakapan “Wanita itu ibarat badai. karena saat kau mencintainya,
berarti kau memberikan segala kekuatan kepadanya untuk menghancurkanmu.Tapi
yakinlah, bila dia cinta sejatimu dia tidak akan menggunakannya untuk itu”
“Buktinya
sekarang gimana nton”? Kata ku
“Yahh,
buktinya dia bukan cinta sejatimu”
“Jadi
lepaskan dia, dan relakan dia” tukas anton
“Aku
diam”
“wanita
itu, ibarat bulu ia seperti sehelai bulu ayam yang melayang-layang di udara,
tak pernah diam karena selalu disapu oleh angin rayuan, terhempas kesana kemari
karena pujian, terdesak karena diperhatikan.
Ini
mungkin karena wanita dibekali dengan
sifat khusus yang halus, perasaannya yang harus, suaranya yang halus,
kulitnya yang halus, dan nggak salah
kalau disebut sebagai makhluk halus. Dari bangsa jin gitu? Ahh.. segala sesuatu adalah misteri.
Hahahaha ...”tutur anton
“hahahahaha”
aku pun ikut ketawa dengan kata-katanya
“DEWA.
Aku menitikan cinta, juga rindu untuk wanitaku yang kini diam, direlung yang
kepadanya aku tak sanggup mengapai”. tambah anton sambil lari
“Kamvvrett
kau ngejek aku ya!!!” kataku yang sedang mengejarnya.