Senin, 18 Februari 2019

KISAH KU, Sebuah Perjalanan Hidup Antara Tangis, Pengorbanan, Perjuangan dan Do'a.

“Masa Kecil Ku”

Hidup itu tidaklah seindah yang kita bayangkan, banyak yang bilang, hidup itu akan menjadi indah ketika kita bersama orang-orang yang kita cintai, ada yang bilang pula hidup lebih indah lagi  ketika keinginan yang kita impikan dapat terwujud. Tetapi itu tidak bagiku, hidup itu bagiku adalah penderitaan yang sangat berkepanjang. Dimana kepercayaan kita kepada sahabat dekat kita dimunafikan begitu saja, dimana orang didekat kita tidak bisa membantu kita, dimana orang yang kita sayangi menghianati kita, dan dimana dunia dan tuhan telah berpaling dari hidup kita. Ceritanya ini mulai dari sini.


Dulu ayah ku menikahi ibuku tidak memiliki harta apa pun untuk dibawah dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ayah ku lahir pada tahun 1953 dan ibu ku lahir pada 1956. Ayah lebih tua dari ibu 3 tahun. Ayah dalam pendidikannya tidak tamat SD hal yang sama juga dengan ibuku.
Ayah  adalah sosok seorang yang rajin berkerja, dimana waktu awal menikah sampai usianya saat ini selalu giat berkerja untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dari mulai menjadi buruh harian lepas, mengurus kebun  sampai membantu itu mengurus rumah tangga. Kenapa aku tau itu? kerena ibu ku sendiri yang menceritakannya dan juga aku sendiri yang menyaksikannya.
Ayah selalu mengajarkan padaku untuk selalu hidup jujur, sopan dan menghormati semua orang, baik itu kepada orang yang lebih tua maupun  lebih mudah dari kita.
Sementara ibuku adalah sosok wanita tegar,  tabah dan sabar terhadap cobaan dalam menghadapi berbagai rintang rumah  tangga, baik itu cemoohan maupun hasutan duniawi. Ibu selalu mengajarkan kepada ku tentang kepolosan agar kita disukai banyak orang.
Waktu itu  pukul 01 dini hari 19 Juli 1997 aku dilahirkan disebuah desa yang jauh dari perkotaan letaknya dipesisir sungai Kampar. Aku hidup dalam keluarga yang tergolong sangat sederhana. Aku di beri nama “Fadli”, yang memiliki rambut hitam agak acak-acakan, alis mata yang melengkung, bola mata yang tajam,  dan muka yang oval. Bentuk tubuh yang sedikit tegap dan warna kulit kuning langsat. Aku dibesarkan dalam keluarga yang tergolong sederhana, Ibuku selalu mengajarkan ku pola hidup hemat, buktinya waktu aku duduk dibangku Sekolah Dasar ibuku memberikan aku uang jajan seribu rupiah sekali seminggu. Berbeda dengan teman-teman sekelas ku yang diberikan uang jajan setiap hari yang membuat aku iri. Ingin rasanya aku protes kepada ibuku tetapi tetap saja beliau tidak mempedulikan memenuhi keinginanku.
Kenapa bisa begitu, ya karena mau gimana lagi, rumah tangga kita sederhana kita harus berhemat agar bisa mencukupi kebutuhan kedepannya nak “tutur ibuku”
Masa laluku adalah masa yang kelam dalam hidupku karna hidup tidak selalu sesuai dengan harapan, dimana waktu aku kecil aku selalu di kucilkan dalam pergaulan. Bagiku itu adalah beban yang sangat kejam dalam hidupku, dalam pergaulan masa kecilku, aku selalu menjadi bahan tertawaan dan ejekan bagi teman sebayaku, entah apa salah dan kekekurangan aku sehingga mereka mengejek ku. Jika aku membalas ejekan mereka sering aku dipukuli oleh mereka, sehingga aku memilih untuk diam dan menerima semua ejekan itu. Dan itu aku alami dari pertama masuk SD sampai kelas lima SD. Sesudah kelas lima aku mencari teman pergaulan yang agak jauh dari lingkungan ku, agar tidak ada lagi yang namanya ejekan dan bahan tertawaan pada ku. Akhirnya ketemulah teman-teman yang baik dan cocok untuk diajak berteman. Mereka selalu mempraktekan kebersamaan dan kekompakan sabagai teman, tetapi itu hanyalah bualan semata. Tak jarang aku dibohongi oleh omongan mereka.
Bukannya itu baik jika aku memilih-milih teman dalam pergaulan? Karena bagiku memilih teman yang baik itu akan merubah juga tingkah laku kita kearah yang baik, jika kita memilih teman yang kurang baik otomatis tingkah laku kita akan mengarah juga kesana.
Pagi itu di desa ku yang indah aku membuka jendela kamarku, matahari memperlihatkan wujud sinarnya yang tajam membuat mataku terasa silau, angin pagi yang dingin menerpah wajahku membuat aku ingin tidur lagi dan melanjutkan mimpi yang indah.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar ku “Fadli..... ayo cepat bangun, ibu ku berseru dengan suara yang lembut”
Aku yang sedang menarik selimut menoleh kearah pintu kamar. “Iya, kata ku singkat”.
“ayo kita sarapan dulu” kemudian ibuku melangkah kan kaki kedapur.
Aku kemudian merapihkan tempat tidur, lansung bergegas ke dapur. Tanpa mencuci muka langsung mengambil piring dan nasi serta lauk ke dalam piring makanan ku.
Sementara di kejauhan aku melihat ayahku hanyut dalam zikir tasbihnya diruang tengah.
“Fadli” kata ayah ku yang melangkahkan kaki kedapur setelah selesai berzikirnya.
“ iya” kataku yang menjawab sambil menelan nasi kedalam tenggorokan.
“Tadi sholat subuh nggak”? ayah ku menatap mata ku dengan suara yang tegas.
Raut wajah ku pucat, sambil menggelengkan kepala “enggak yah”
“kenapa enggak sholat?” nada suara ayah ku agak tinggi, sambil menuangkan teh digelasnya.
Aku diam dan tidak berani menjawab pertanyaan yang bagiku sangat berat untuk mencari alasanya.
Kemudian ayah ku duduk di kursi sebelahku dan dia berkata “ sholat itu adalah kewajiban kita sebagi umat muslim, sholat itu adalah suatu bukti ketaatan kita kepada pencipta kita, bahwa kita mensyukuri nikmat yang telah diberikanya”. Kemudian ayah menyeduh tehnya.
“kita bisa bangun pagi dan makan makanan ini, itu adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada kita”. Ayah memperbaiki posisi duduknya, dan ibu  yang dari tadi menyiapi makanan kemudian duduk disamping ayah.
“tujuan kita sholat itu bukan karna kita mengharapkan sesuatu sama Allah, itu adalah ibadah meminta imbalan. Bukan juga karna kita takut sama Allah. Tetapi tanamkan dalam hati bahwa kita mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah itu kepada kita”.
Ibu menimpali “orang tidak punya tuhan itu adalah orang yang sepi dalam kesendirian.”
“coba kamu banyangkan nak!!!, di saat kamu berada  jauh dari ayah dan ibu di tempat yang gelap dan sunyi sama siapa kamu akan meminta pertolongan?”
Aku diam tak berani untuk menjawab pertanyaan yag cukup berat bagi ku.
“Hanya Allah lah yang akan menolong mu nak!...”  kata ibu
Mendengar ucapan ibu yang lembut dan menyentuh, niatku untuk mendirikan sholat mulai tertanam dibenak ku...


Sehabis sarapan aku membantu ayah ku menanam bibit pohon karet dikebun yang jaraknya sekitar 2 km dari rumah, kami berdua berjalan kaki sambil memikul bibit karet.
Untuk sampai disana butuh waktu sekitar 45 menit. Sesampainya dikebun itu aku meletakan bekal makan siang dibawah pohon yang rindang. Aku pandangi kebun karet milik kami begitu hijau, dedaunan masih basah, embun mengiasi tepi-tepinya. “Ini akibat hujan deras semalam yang membuat tidurku begitu nyenyak sampai kebawah mimpi” gumam ku dalam hati.
“Fadli!!!.... bawakan bibit karetnya” seru ayah ku dari kejauhan.
Kemudian aku bergegas membawakan bibit karetnya yang telah diikat rapih oleh ayah ku sore kemaren.


Setelah selesai sholat zuhur aku dan ayah ku istrahat untuk makan siang. Tiga orang keluar dari hutan. Mereka memakai sepatu bot, celana tebal, jaket, topi, terlihat begitu gagah.
Yang menyita perhatian ku mereka membawa senapan. Itu senapan sangat keren mirip senapan di film Rambo yang sering aku nonton dirumah tentangga. Otak ku langsung berpikir, jangan-jangan di tas ranselnya mereka juga tersimpan puluhan granat. Tapi itu kayaknya terlalu berlebihan. Lagian pula ngapain juga bawa granat di hutan beginian, enggak mungkin mau perang, kalau pun perang palingan Cuma sama babi di hutan, harimau, atau beruang. Aah... itu berlebihan, aku mengusap wajah yang terkena jaring laba-laba.
Melihat mereka bertiga, ayah ku tersenyum lebar, seakan-akan sudah begitu dekat dengan mereka. “Ali, sudah lama tidak bertemu”, orang itu, bertubuh tegap berseruh. Usianya aku kira-kira sebaya dengan ayah.
Ayah tersenyum sambil menyalami orang tersebut.
“Bagaimana perjalanan kalian dari jogja suroto?”
“menyenangkan sekali, Ali, kami sudah 3 hari di kampung ini. Mohon maaf tidak bisa datang kerumah mu untuk bersiraturahmi, Ali. Kami kesini untuk berziarah ke makam ibu dan bapak aku. Sudah 20 tahun aku meninggalkan kampung ini Ali. Rindu sekali rasanya.  Dikampung ini mengingatkan aku pada masa kecil kita dulu Ali, dimana kita dibesarkan disini. Bau kampung ini adalah surga yang pertama aku rasakan, semilir sejuk angin yang berhembus  di tepian sungai kampar bagiku adalah surga yang tak tertandingi, kesuburan tanahnya hingga ribuan juta karet dan kelapa sawit serta tanaman lainnya dapat tumbuh subur. Kicauan burung yang menemani setiap hari takkan pernah terlupakan Ali. Rindu sekali’.
“tapikan kerinduanya sudah terwujud suroto” ayah ku menyela.
“hahahahaha, iya itu benar Ali” Suroto tertawa terbahak-bahak.
Hmmm.. sambil melihat aku“Ali, ini anak mu?”
“Iya Suroto”
“sudah kelas berapa sekarang?”
“Kelas lima SD Suroto” ayah sambil tersenyum
Hmmm suroto menganggukan kepalanya
“kalau sudah tamat SMA kirimkan ke jogja ya Li, disana pendidikannya bagus, mudah-mudahan anak kamu dapat ilmu yang bermanfaat, semoga berkah insyaallah”.
“insyaallah, To, kalau ada rejeki, mudah-mudahan anak ini bisa melanjutkan pendidikannya setinggi tinginya:.
“amin”  suroto terkekeh sambil menepuk penggung ayah ku.
“Oh iya, anak mudah berdua ini dari jogja juga ?” ayah ku bertanya pada suroto
“ini anak ku Li, yang tinggi ini namanya Asep, sudah menikah 5 tahun yang lalu, dan yang ganteng ini namanya Adit, dia masih kuliah semester 7 di salah satu kampus negeri di jogja”.
“ ayo salaman dulu sama paman dan anaknya” kata suroto
Kemudian kita  bersalaman.


Tidak terasa hari sudah semangkin sore, percakapan ayahku dan paman suroto takkan ada habisnya, akhirnya kami pulang berbarengan sama paman suroto dan kedua anaknya.
Di pertigaan jalan kami berpisah.
Sampai dirumah azan berkumandang, aku bergegas untuk mandi, pagi tadi aku sudah berjanji untuk tidak meninggalkan sholat.
Sholatpun selesai. “fadli..., ayo makan, panggil juga Ayah mu” terdengar suara ibu dari dapur.
ayah yang sedang baca alqur’an menyudahi bacaannya dan pergi kedapur bersama aku.
Selesai makan, aku mengerjakan PR Matimatika yang diberikan oleh ibu guru minggu kemaren. Butuh waktu tiga jam PR itu baru selesai.
Dan aku kemudian langsung tidur karena capek seharian menamam bibit karet.


Pagi itu hari senin, ibu guru memberikan jadwal ujian untuk akhir semester, yang mana kalau aku bisa lulus ujian tersebut aku akan naik kelas enam.
Aku yang sedang membolak-balik buku pelajaran IPS. Tiba-tiba ada yang menepuk pundak ku “Fadli” kata andri, dia adalah  teman sekelas ku
“apa?” Sambil melirik kebangku belakang.
“tahun baru besok, nginap di rumah nenek ku ya didesa sebelah, kalau kamu ikut asyklah pokoknya aku jamin”.
Mendengar ucapkan Andri yang begitu meyakinkan dan membuat penasaran, akupun setuju.
“okelah “ jawabku sambil tersenyum.


Ujian pun selesai, alhamdullilah aku naik kelas 6. Pada hari itu ayah dan aku pergi kesekolah untuk mengambil buku rapor aku.
Andri datang menghampiri aku, “Fadli jadi enggak besok lusa tahun baru, ayo berangkat nginap di rumah nenek aku”!
Ayah yang duduk disamping aku menoleh ke arah aku, “mau kemana kalian berdua?” ayah memotong percakapkan kami.
“Mau ketempat nenek Andri yah” kata aku dengan muka memelas.
“iya om” kata andri
“Yasudah tapi izin dulu sama ibu mu nak” tutur ayah singkat.
Setelah selesai ambil rapor aku dan ayah pulang, waktu itu jam dinding menunjukan waktunya makan siang, sampai dirumah, ibu sudah menyiapkan hindangan makan siang dan memanggil aku dan ayah.
Lagi sedang asyik makan, aku memulai pembicaraan.
“bu, besok aku sama andri pergi nginap di rumah neneknya, boleh nggak bu” kata ku.
“iya, silahkan, tapi hati-hati. Jangan repotin orang” kata ibu sambil tersenyum.
“siap bu”
Besok harinya aku dan Andri berangkat jalan kaki sekitar 50 menit, sampai disana hari sudah gelap, kami berdua disuruh neneknya untuk tidur di kamar depan.
Senja hari aku sama andri pergi mandi di pinggir sungai, sehabis sholat maghrib aku sama andri di panggil untuk makan malam bersama.
 Sehabis makan malam, nenek dan andri bercerita tentang ayah dan ibunya andri.  Sehabis cerita tentang keluarganya. Paman dan tante serta sepupunya datang membawah berbagai makanan.
Nenek andri menyuruh kami duduk di bangku halaman depan rumah, sambil nenek menyiapkan teh hangat.
Sementara om andri  menyiapkan kayu bakar untuk dibikin api unggun yang besar.
“Wiiihhh... kayaknya keren nih Ndri” kataku
“Iya nih Fad..” kata andri yang sedang memilih jagung buat dibakar.
“Andri..!!!!” panggil tantenya yang duduk dekat anaknya di teras rumah
“iya tente”
“Tolong ambil gitar dirumah tante dekat tv ya”
“Siap tante”
“Fad.. temani aku ambil gitar, aku takut sendirian” andri berbisik pada ku.
“iya, ayo, dasar penakut”
Sehabis ambil gitar, api unggun pun menyalah...
“Idihh keren...” kata tante andri
Sementara itu omnya andri mengambil gitar dan memetik senarnya.
Aku dan andri malah melongoh..
“Andri yuk kita bakar ayam dan jagungnya nih” kata sepupuhnya
“Yuk ndri kata ku” menimpali.


Abis makan jagung dan ayam bakar...
Kami pun ikut menyanyi bareng.
Tapi kurang lengkap, soalnya nenek andri pamit untuk tidur duluan..
Puas bernyanyi, jam menunjukan pukul 11.30 wib, paman dan tante andri serta sepupuhnya pulang duluan.
Tinggal aku sama andri..
“Fad... bakar lagi yuk, masih ada nih jagungnya, empat”
“AHH... Ayolah” kata ku memelas.
Kenyang makan jagung, ngantuk pun datang.
Ndri tidur yuk udah malam nih.
Tiba-tiba mati lampu.
“Ihhhh serem” kata ku
“Huissshh dasar kau Fad” andri sedang kikkuk ketakutan
Kami pun lari langsung masuk kamar dan tidur.
“Duhhh nggak bisa tidur nih dri” kata ku
“Kenapa” kata andri
“aku mau pipis nih, temanin aku kebelakanglah” kata ku
“Malas banget, udah kamu pipis aja di halaman rumah, itu lagi pula bulanya lagi terang-terangnya tuh”
“Duh,, aku takut” kata ku lemes
“hahahaha, rasain”
Akhirnya mau nggak mau, aku pergi sendirian ke depan halaman rumah, Lihat kiri kanan nggak ada orang, aku langsung pipis di bawah pohon beringin yang gelap dan rindang.
Sedang asyik pipis tiba-tiba datang makhluk hitam, tinggi, kekar, matanya merah menyala. Menunjuk jari telunjuknya dan Menatap tajam ke arah ku.
Aku saat itu terkejut dan ketakutan yang tak tetandingi. Mau berteriak lidah keluh, mau lari nggak bisa, kaki gemetaran.
Aku panik tiada tarahnya, tapi aku mencoba tetap tenang,..
Aku baca surat Al-fatiha, berharap dia segara pergi.
Tapi nggak juga pergi.
Aku baca ayat kursi, aduh aku nggak hafal lagi, sial! “Gumam ku”
Akhirnya aku berpikir keras,.
Tiba-tiba muncul sebuah ide di benak ku. Aku acungkan jempol kearah makhluk itu, barulah dia lari terbirit-birit.
“Ternyata ngajak suit rupanya, hedehh ada-ada aja” celoteh ku legah.
Kemudian aku lari sekencang-kencangnya masuk ke dalam rumah dan tidur.
Esok harinya kami berdua langsung pulang setelah berpamitan sama nenek dan paman Andri.


Ujian nasional pun  segera tiba, ujian ini adalah ujian penentu kelulusan aku, setelah enam tahun aku masuk sekolah dasar. Ini adalah waktunya belajar mati-matian agar dapat nilai yang memuaskan.



"Pelajaran berharga dari Ayah"

Teringat sewaktu kecil dulu, ketika sekolah memberikan tugas hafalan, langsung merengek ke ayah meminta keajaiban memilki kemampuan daya ingat yang kuat. Kebetulan juga saat itu gurunya sangat kejam, sebagai anak kecil bagiku, ayahlah tempat aku berlindung.
            Dengan sabar ayah memberikan keajaiban itu, ia menuturkan “apa yang kamu lihat jangalah di hafalkan, ingatlah kalau ia pernah kamu lihat. Cukup dilihat-lihat aja nanti kamu mengingatnya”!
Waktu itu masih bingung, apa bisa? Ayah melanjutkan, “lihatlah setiap barisnya mengandung kata, didalamnya mengandung maksud. Lihatlah setiap maksud dari kata-kata itu dan keterhubungannya dengan baris berikutnya, dengan pelajarannya, dengan gurunya, lihatlah keterhubungan kata-kata itu dengan sekolah mu. Lihatlah semua dalam pikiran mu.”
Dengan bimbingannya, dalam waktu singkat kemampuan mengingatku meningkat dengan cepat, pelajaran saat itu bahasa indonesia menghafal puisi.
Ada satu hal lagi lagi yang ajaib , saat itu rumah masih  dalam cengkraman listrik bergilir, listrik padam lampu minyak pun dinyalakan.
Kegelapan membuat kami saling berhadapan ke api, ingat betul bagaimana raut wajahnya, dengan penuh rasa ingin tahu ayah bertanya “ api ini kok merah, api ini kok memucuk  naik ke atas dan hilang? Ada apa dengan api ini? Api ini apa?
Aku pun bingung. Tak ada jawaban saat itu, dan setiap pertanyaan yang di ajukan  ayah selanjutnya, tak pernah ada jawaban. Semua tenggelam dalam imajinasi kesunyian. Tapi siapa sangka, cara mengingat dan cara bertanya banyak memberikan keajaiban.


"Tekad"

Kenapa Ya Tuhan banyak sekali kekurangan yang Engkau berikan pada hamba ini, pada hal besar dan banyak sekali harapan Kedua Orang Tua hamba yang tertujuh kepada hamba, seakan hamba Mu ini tidak sanggup untuk memikul semua harapan itu. Tuhan kepada Engkau begitu kejam pada hamba memberikan cobaan yang begitu banyak dan begitu berat untuk hamba emban, padahal hamba selalu mengingat Mu dan meminta pertolongan Mu di setiap hari, tetapi Engkau tidak mendengarnya apalagi mengabulkannya.
Ketika aku telah lulus dari sekolah menengah pertama, kedua orang tua aku ingin aku melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya yaitu, SMA. Saat  itu aku di terima di salah satu sekolah favorit yang ternama  di kabupaten aku.
Setelah masuk sekolah dan selesai MOS (masa orentasi siswa) begitu banyak perbedaan dan kekurangan yang ada pada diriku, baik dari segi ekonomi, pergaulan dan memahami cara belajar orang kota dengan orang yang seperti aku dari kampung. Pelajaran di sekolah tersebut bagi aku sangat jauh berbada dan begitu berat. Pada akhirnya aku menyerah dan bergaul bersama teman-teman yang nakal di di sekolah tersebut. yang pada akhirnya aku sering bolos kebut-kebutan di jalan, merokok dan mabuk-mabukan. Hingga paling membuat aku malu adalah ketika orang tua aku dipanggil kesekolah.
Tidak sedikit air mata ibuku menangis, setelah mengetahui perbuatan aku tersebut, anak yang diharapkan dapat mengangkat derajat keluarga tetapi malah sebaliknya, mempermalukan orang tuanya.
Hal tersebut membuat aku membenci  diriku sendiri. Membuat aku benci sama tuhan, kenapa aku di ciptakan banyak kekurangan, aku bodoh, tidak mampu dalam memahami pelajaran di sekolah, “kenapa aku seperti ini tuhan” teriak ku dalam hati.
Setelah sebulan sejak orang tua aku di panggil kesekolah, akhirnya ujian kenaikan kelas pun tiba.
Aku ingat pelajaran berharga dari ayah untuk memahami perlajaran disekolah, disaat ini baru aku memahami semua perkataan ayah.
Memang benar saat itu tak banyak itu pertanyaan ayah tak banyak jawaban, memang benar seperti diajak  masuk  di dunia khayal, tapi bimbinganya, membuka banyak tabir kehidupan di masa mendatang. Bagi ku, cara ia mengajari anak-anaknya adalah Membentuk untuk individu masa depan terimakasih ayah!


Waktu ambil buku rapor pun tiba, aku merasa yakin bisa menjawab soal ujian tempo minggu lalu.
Tapi mau gimana lagi didalam buku rapor tertulis “ tidak naik kelas”. Ibu guru wali kelas bilang “kamu sering bolos nak dan tak pernah ngerjain tugas nak, makanya dengan berat hati ibuk terpaksa menulis ini nak”.
“maafin ibu ya nak” kata ibu guru dengan wajah lesuh.
“nggak paapah bu”
Aku yang waktu itu sedih dan takut langsung lari dari ruang penerimaan rapor. Ayah ku yang dari tadi diam duduk kecewa di bangku depan pintu kelas ku melihat buku rapor ku.
Aku menangis melihat teman-teman sekolah ku bahagia bersama orang tua mereka dan ayah ku kecewa dengan anaknya  yang tidak naik kelas di sekolah favorit.
“ya tuhan, kenapa engkau berikan cobaan ini, aku telah mengecewakan orang tuaku, tolong aku tuhan” pintah ku memohon.
Lagi sedang menangis, tiba-tiba teman-teman aku datang menghampiri aku.
Ada yang senyum dan ketawa, dan ada pula yang simpati. Tetapi aku nggak tau isi hati teman-teman sekelas aku tersebut, karena aku kurang mengenal mereka.
Dan dari kejauhan ayah ku berjalan kearah aku mengajak aku pulang kerumah. Disepanjang jalan pulang aku dimarahin habis-habisan sama ayah ku, dan di rumah aku di marahin sama ibuku. Rasanya tak sanggup aku menjalani hidup yang berat ini. Rasanya tak sanggup aku memaafkan diri ku sendiri, aku benci pada diri ku sendiri.
Akhirnya seminggu aku murung di dalam kamar menyesali perbuatan aku tersebut.
Aku keluar dari kamar dan meminta maaf kepada ayah dan ibu ku.
“Maafin aku yah, bu.” Dengan suara tersendu-sendu.
Ibu ku langsung menangis dihadapan ku, itu adalah suatu hal yang tak pernah aku lupakan dalam hidup ku.
“Aku janji nggak akan kayak gitu lagi bu, aku janji”
“Tolong bu kasih aku kesepatan lagi bu, tolong lah bu, tolong...” dengan suara memohon.
“jadikan penyesalan itu sebagai kunci untuk memperbaiki diri sendiri, nak” kata ayah dengan suara tercekat dan sedih.
“iya, yah”
Akhirnya aku peluk ibu dan menagis dalam pelukannya.


Waktu libur pun telah habis, aku tidak bisa kembali kesekolah tempat aku dulu. Karena kalau kembali kesekolah tersebut aku masih tetap di kelas yang sama yaitu kelas 1. Jika pindah kesekolah yang lain kata kepala sekolahnya aku di naikan kelas 2.
Akhirnya aku meminta orang tua ku untuk pindah dan memasukan aku kesekolah lain.
Pindah kesekolah lain memang hal yang merepotkan, mulai dari perkenalan diri, mencari teman baru dan menyesuaikan dengan lingkungan yang baru.
Tapi ada motivasi dalam diri untuk tetap tegak dan semangat. Motivasi itu diberikan oleh kepala sekolah aku dulu.Ketika aku dan ayah ku meminta surat pindah kepada kepala sekolah Beliau mengatakan: “maafkan hari kemarin, terima apa adanya hari ini, dan berjuang untuk esok hari. Karena massa yang akan datang kita takkan pernah tau”.
“Maka tenanglah. Bahwa memang, kita sebagai manusia selalu dalam keterikatan dengan masa lalu dan semua kemungkinan yang terjadi pada masa depan, janganlah bimbang, karena kedua hal ini merupakan refleksi diri sebagai syarat untuk kita menetapkan arah, menegaskan diri, dan berkembang ke masa depan”.
Jadi nak “jadikanlah penyesalan itu sebagai kunci dalam memperbaiki diri sendiri” dan dengan kejadian ini kamu bisa untuk meraih prestasi mu lebih giat lagi ya nak” ucapan beliau dengan penuh harap.
“Terimakasih pak atas nasehatnya, ini adalah nasehat yang paling berharga dan selalu aku kenang” kata ku dengan penuh semangat.
Akhirnya aku menjalani sekolah penuh dengan semangat dan mendapatkan nilai ujian-ujian yang memuaskan.
Alhamdulillah....



"Biaya untuk Kuliah"
setelah selesai ujian nasional adalah masa-masa untuk menentukan hari kelulusan, dan selama 1 bulan menunggu hari itupun datang juga.
Alhamdulillah aku lulus, terimakasih ya Allah.
Banyak teman yang bertanya kepada ku, “habis ini mau lanjut kuliah atau kerja”?
Tapi pertanyaan itu adalah pertanyaan yang terberat untuk aku jawab, karena keinginan hati untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya tetapi terhambat oleh biaya orang tua yang pas-pasan.
Aku tak ingin lagi merepotkan kedua orang tua ku, karena terlalu banyak beban yang harus di pikul oleh mereka.
Pada malam itu selesai makan malam, aku, ibuku dan bapak ku duduk  berbincang-bincang dan menanyai nilai kelulusan ku.
“Gimana nilai ujian nasional mu nak”? kata ibu
“Alhamdulillah bagus bu”.kata ku
Bu, dengan suara agak tercekat, aku ingin kuliah di bandung.
“Aduhh gimana nak, kita nggak punya uang untuk kamu kuliah” wajah ibu mulai sedih.
Dan ibu menangis lagi gara-gara aku. Aku merasa bersalah meminta untuk kuliah.
Ayah dari tadi diam mulai angkat berbicara.
“sabar ya nak, ayah belum punya uang untuk kamu kuliah. Ayah pengen kamu berhenti setahun dulu untuk menabung dan cari uang” kata ayah penuh harap.
“Tapi kenapa kamu ingin kuliah jauh nak”? kata ayah.
“Aku ingin merantau yah, ingin cari pengalaman yang tak pernah aku dapatkan disini yah” kata ku dengan yakin
“Baiklah nak, jika itu keputusan yang dapat membuat dirimu berkembang aku dukung itu” kata ayah agak  sedih.
Akhirnya aku berkerja dengan giat dan semangat selama 1 tahun.
Selama 1 tahun uang tabungan aku rasa cukup untuk masuk kuliah dan uang ayah untuk biaya kuliah ku.
Mulai lah terasa berat bagi aku dan kedua orang tua ku untuk melepas kepergian ku. Walaupun berat tapi ada suatu tekad dalam diri untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengangkat drajat keluarga.
Pagi itu 26 agustus 2014 aku berangkat sendirian dari rumah untuk terbang ke bandung.
Ayahku tidak bisa mengantarkan aku, karena ibuku lagi sakit. Berat rasanya meninggalkan ibuku yang sedang sakit demam dirumah, ingin rasanya menjaga dia sampai sembuh baru aku bisa berangkat. Tapi mau gimana lagi tiket sudah didapat, kalau dibatalkan begitu saja sayang uang ayah yang begitu susah payah didapat kan.
“Berangkatlah nak, uhuk..huk” kata ibu batuk sambil tersenyum terbaring di tempat tidur.
“tapi bu, ibu kan lagi sakit”
“Nggak papah nak, besok pagi akan sembuh” dengan wajah yang mencoba meyakinkan ku.
“Berangkat lah nak, biar ibu, ayah yang menjaganya” kata ayah yang berdiri disamping ibu.
aku cium tangan ibu dan ayah kemudian aku lihat, wajah kedua orang tua ku sudah menua dan berkerut di keningnya.
Berat rasanya untuk meninggalkan mereka, meninggalkan rumah ini, tapi aku tetap kuat dan meninggalkannya.




 "LOVE"

Sampai di bandra bandung, aku mencari penginapan yang dekat di bandara itu, kemudian pergi masuk ke bilik internet untuk mencari kampus yang murah dan bagus di bandung.
Akhirnya ketemu satu kampus swasta, besok paginya aku mendaftar dan beberapa hari menjalani tes, pada akhirnya aku diterima.
Kemudian aku mencari kos di dekat kampus tersebut, membeli perlengkapan kuliah dan sebagainya.
Tiga minggu berlalu Ospek kampus pun di mulai, aku mempunyai banyak teman dari berbagai daerah dan suku, aku sangat senang.
Ada seorang wanita yang sangat aku kagumi dari teman ospek tersebut dia sangat pintar menurutku.
Aku yang lagi asyik berjalan di depan halaman kampus, melihat dia yang sedang duduk sendirian, dan aku mencoba untuk memberanikan diri  mendekatinya, dengan maksud untuk berkenalan denganya.
Ternyata dia sangat baik dan ramah, aku jadi kagum sama dia.
Hari-hari berlalu ospek pun selesai, saatnya masuk kuliah dan fokus dalam pelajaran.
Untuk menambah wawasan aku, aku masuk dalam organisasi kampus, dan tak aku duga ternyata dia juga masuk organisasi kampus tersebut.
Waktu itu ada latihan debat aku satu kelompok dengan dia.
“Aku kagum dengan cara mu, begitu hati-hati, begitu ramah, penuh pertimbangan, obyektif, sehingga banyak memberi manfaat pada yang lain, pantang menyerah dan memiliki kemampuan analisis yang dalam”. Kata ku sambil tersenyum duduk didekatnya
“Makasih ya fad, aku nggak seperti itu juga kok, kamu nih terlalu berlebihan” katanya sambil tersenyum lebar.

Hari-hari ku berlalu dengan penuh senyum, sejak aku dekat dengan dia, ada sesuatu yang baru, seperti mendapat kekuatan magis, dimana hal yang dilakukan penuh dengan semangat. Kehidupan yang lama aku alami sudah berakhir.
Hari-hari berjalan, aku dan dia mulai saling perhatian, dari bergurau canda tawa bersama, nanyaian kabar dan masih banyak lagi yang lain.
Ada satu kata darinya yang membuat aku semangkin tertarik padanya
Saat itu kita berdua saling berdiskusi tentang zaman modern. Dia mengatakan: “Menjadi orang yang simpel, bukan hanya dengan tidak mengangkut toko aksesoris pada penampilan.Tapi juga dengan membangun pola pikir sederhana namun brilian.” Ujarnya
Memang kata-katanya biasa, tapi tersimpan makna yang cukup dalam. Sekarang yang aku pikirkan adalah “bagaimana agar hubungan aku dan dia lebih dari sekedar teman dekat, aku ingin menjaga dia, berada didekat dia dan berjuangan bersama dan membangun masa depan bersama” pikiranku melayang-layang
“Selama ini, Ibu mengajarkan aku kepolosan, namun ayah tidak mengajarkan ku bagaimana cara menggoda wanita”. Haduh gumam ku


Selepas pulang dari kuliah aku di ajak keperpustkaan sama dia, untuk mencari bahan referensi tugas kuliah.
Pada saat aku mau ambil buku tak sengaja mata kita saling bertatapan tak berkedip dalam waktu agak lama, aku lihat wajahnya agak memerah dan malu, tingkahnya agak kikuk dan tak sengaja di memegang tangang aku dan melepaskannya seketika itu pula.
Aku pun bingung, apa yang harus aku lakukan. Aku juga malu, akhirnya aku pura-pura lihat-lihat buku.
Hari demi hari bulan-bulan pun berganti, ujian semester pun telah selesai. Saatnya hari liburan tiba.
Dia berpamitan sama aku untuk pulang kampung di jogja. Sebelum dia pulang aku ajak dia ketaman wisata di bandung, lagi asyik berfoto sama dia, aku beranikan diri untuk mengatakan prasaan aku padanya dengan jujur. Walupun berat dan agak malu, aku coba beranikan diri.
Tapi dia belum bisa menjawabnya, aku binggung, apa yang aku katakan barusan salah, atau lebih baik aku tidak mengatkannya.Rasa kesal dan perasaan bodoh ini telah menghantui pikiran aku.
Sudah dua minggu sejak dia pulang kampung, perasaan tidak tenang selalu menghatui segala aktivitas ku. Telpon nggak diangkat, sms dan chat bbm nggak di balas.
Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim puisi ini agar menghilangkan kegelisahan dan keresahan hati ini, dan semoga dia membacanya
Ijinkan aku mengusik hati mu di relung malam saat kesendirian ku disini.
Cintaku pada mu tak peduli apa kau menerima ku atau menolak ku, ini bukan pilihan ku seandainya aku harus memilih aku akan tetap memilih mu.
Telah lama ku tinggalkan semua yang menghampiri ku, engkau tau? Sampai sekarang tak ada bedanya pendirian ku hingga malam akan larut menghiasi kenangan kita, aku tetap saja merindukan saat-saat kita bersama.
Kepada angin malam ku titipkan awan rindu walau hanya lewat angan, saat tiba ku ingin kamu tau “aku benci padamu” ingin ku penjarakan waktu dan jarak agar tak memisahkan kita terlalu lama dan jauh, hingga membuat ingatanku hampir melupakan dirimu, hingga membuat diriku benci pada mu.
Dendam ingin bertemu karna di pisahkan waktu dan jarak.
Saat aku mulai membencimu, saat itu pula aku sadar ternyata aku masih merindukan mu, itulah dendam romantisku.
Kemudian dia balas :
Cinta bukan terletak pada banyaknya pertemuan dan manisnya kata-kata, tapi cinta itu terletak pada ingatan  seseorang terhadap orang yang disayanginya dalam setiap doa’a.
Apakah dia juga mencintai aku, atau tidak? Ini membuat aku resah dan pusing.
Kemudia aku balas:
 aku menukil tentang rasa yang aku tak tahu kemana arahnya, tentang aku yang merindu, mencintai dalam tangis dan berdoa dalam harap. Akan kemanakah hati ini berlabuh??.
Pada esok harinya dia ngasih kabar, bahwa besok dia akan balik ke bandung dan meminta aku untuk menjemputnya distasiun. Betapa senangnya aku mendengar kabar tersebut.

Keesok harinya aku berangkat kestasiun, sela lima belas menit menunggu akhirnya kereta  yang dia tumpangi datang juga, aku menunggu di pintu kedatangan dan dia kluar dari dari pintu tersebut langsung aku peluk erat, betapa rindu dan bahagianya aku.
“Eeh... lepas Fad, malu dilihat banyak orang” katanya setengah kaget.
“Uppsss... maaf aku nggak segaja” kata ku malu dan langsung melepas pelukkannya.
Dia mengelengkan kepala dan menghembuskan nafas.
Aku kemudian membawain bareng dia ke motor tempat parkiran.
Sesampai di kosnya kemudian dia meletakan barang bawaannya, lalu kami berdua makan bersama.
Aku mulai bertanya menanyakan tentang prasaannya kepada ku, akhirnya dia menjawab “iya aku suka sama kamu”.
“Terus, kenapa kemaren-kemaren nggak bilang pada aku”? kata ku kesel
“Hehehehe, maaf Fad, aku sengaja” kata dia sambil ketawa.
“Hehe”, aku juga tersenyum.
Melihat dia ketawa ,rasa rindu yang selama ini telah hilang, seakan-akan serasa dunia milik berdua.
Tapi itu hanya sebentar saja, hari-hari berjalan dengan cepat, dia jarang ngasih kabar dan hubungi aku lagi. Aku mulai rindu akan dia dan berpikir tetap optimis dan berpikir positif tentang dia. Bagi aku, kerinduan terbesar itu bukan ketika sms nggak di balas, bukan ketika status kita nggak di like, apa lagi di comment, ketika “Ping” di abaikan, ngajak jalan selalu belajar menjadi alasan, pratikumlah, laporanlah, PR-lah...
Tapi sebenarnya kerinduan terbesar adalah ketika dalam kesendirian kita duduk dan mendo’akannya, semoga dengan kesibukannya ibadah nggak lupa! Itulah kata-kata optimis aku.

Kemudian aku telpon ngajak ketemuan nanti malam, dia bilang “iya” di tempat yang kita janjikan.
Aku duduk dibangku taman, duduk sendiri, duduk dalam temaram. Rembulan tak nampak, sedang bintang-bintang bersembunyi di balik awan. Angin berlarian antara cemara yang lelap...Dan, kau tak datang malam ini. Sudah dua jam lebih aku menunggu, tetapi dia tak kunjung datang malam ini.
Apakah kau pernah merasa sendiri seperti aku? Jika kau pernah merasa sendiri dan cahaya membuatku sulit tuk temukan. Ketahuilah, aku selalu sejajar disisi lainnya.
Aku pulang dengan prasaan Benci, kesal, jengkel, sebel pokoknya yang bikin nyesek semuanya ku bungkus dalam satu kata “kerinduan”.
Kira-kira  setelah malam itu SMS aku tidak dibalas. Malam besoknya aku Sms tidak juga dibalas. Aku masih memaklumi, mungkin dia pergi kesuatu tempat bersama temannya atau suatu acara dan handphonenya ketinggalan.
Hari berikutnya aku sms tidak dibalas, aku telpon tidak diangkat. Aku coba menelpon teman-temannya tidak ada yang tau. Tiba-tiba besok harinya sms masuk dari dia “maaf Fad mulai hari ini tolong jangan hubungi aku lagi”
Betapa kagetnya aku membaca sms dari dia, sempat terpikirkan dalam benakku, alangkah bodohnya diriku setiap hari menambahkan rasa cinta kepada dia, yang mungkin dia sama sekali tidak memperdulikan aku. Tapi pikiran itu aku buang jauh-jauh. Aku tak peduli, aku ingin tau ada apa sebenarnya.
Aku merasa di remehkan dan di permainkan perasaan aku. Keesokan harinya pulang dari kampus aku lihat dia pulang bersama laki-laki lain, tetapi aku tak berani menyamperinnya. Hari-hari berikutnya begitu juga dengan laki-laki yang sama.
Aku langsung pulang kekos dan memhempaskan badanku di tempat tidur sambil memeluk guling.
“aku menangisinya seolah-olah dia telah lama mati”
Terdengar ishak tangisan aku dari luar, tiba-tiba ada teman kos aku mengetuk pintu kamar, aku bergegas membuka kamar kos.
Kenapa fad, kenapa nangis gitu? Kata anton teman kos yang kebetulan satu kampus.
“Nggak ada nton” jawab ku singkat
“Ceritalah, itu mata mu merah kayak gitu, nggak ada apa-apa, mustahil” kata dia ingin tau
Sekianlama dia mendesak aku untuk cerita, akhirnya terpaksa aku ceritain semua.
“Jangan terlalu dipikrin fad, nanti kamu bisa drop” kata anton
“bagaimana nggak harus dipikirin, dia selalu masuk dalam pikiran aku nton” jawab ku kesel
“Yaudah, nikmati aja dulu” tukas anton.
Didalam kamar sudah jam 5 subuh, hampir 15 jam aku terus menangisi dia.Tubuhku mulai letih dan tak bisa tidur.
Bagi ku Saat ini, hidup telah menjadi beban yang begitu berat sehingga aku benar-benar membutuhkan mu untuk menemani ku agar aku tetap dapat merasakan kebahagiaan dan kesengangan supaya aku tetap sehat. Aku seperti sebuah jam dinding yang lama tak di perbaiki dan berdebu di setiap bagiannya. Karena kepribadianku telah menjadi penting  untuk diriku sendiri, melalui hubungan ku dengan mu aku dapat memikirkan kesehatan ku dan tidak membiarkan diriku menjadi haus akan kerinduanmu.
Keesokan harinya teman-teman kos ku mencoba menasehati ku, agar aku melupakan mu, tapi bagi aku itu sangat berat, karena kau telah jauh masuk dalam hati aku.
Berulang kali mereka mengeluh dan menyakinkan pada diriku, bahwa aku telah membawa petaka bagi diriku sendiri karena menginginkan mu.
“Tak apa. Jalani saja dengan sahaja.Tersenyum, sebab perkara ini telah menjadi telunjuk yang jujur tentang ketulusan” ujarku
Anton yang rasa empatinya sangat kuat, mencoba meyakini aku tentang masih banyak wanita di luar sana yang baik, masih banyak yang harus kamu pikirkan dan apakah dia memikirkan kamu atau nggak dan macam-macamlah, inilah dan itulah.
 Tetapi aku masih memikirkan mu, Sudah tak ada dunia yang begitu baru lagi tanpa kamu, suda tidak ada lagi.
SMS singkat mu terus aku baca disepanjang malam ini. Malam hampir berlalu pagi telah membayang, bintang jatuh sebagai hujan dan hening tanpa rembulan. Demikianlah hari berjalan tanpa mu.
Besoknya aku tidak kekampus, aku kerena baru tidur jam 6 pagi, dan  bangunnya sore jam 3.
Pintu diketok, aku bergegas membuka pintu. Ternyata anton yang baru pulang dari kampus.
“Gimana kabar fad” kata anton tersenyum
“Yah, seperti yang kamu lihat” kata ku singkat
“Ayo, mandi dulu, kita jalan-jalan dulu cari udara seger”
“Iya” kataku.
Kemudian aku lekas mandi, setelah selesai mandi kami berdua pergi ke mall. Tak sengaja aku lihat dia bersama cowok yang di kampus kemarin.
Aku melihat dia sedang ketawa kegirangan di salah satu cafe yang ada di mall itu. Saat itu pula aku mulai membencinya.
Anton yang dari berdiri di samping aku melihat aku memandang kearahnya itu melihat raut wajah aku kesel dan kecewa.
“fad, Dunia ini pada dasarnya adalah soal Cinta. Bahkan kebencian itu lahir karena ada Cinta yang lain. Maka tidakkah lebih baik perluas cinta, hingga kita tak perlu lagi merasakan  sakit  hati karena benci”. Ujar anton
“Sekarang kamu bisa melupakannya kamu bukan hanya bisa melihatnya bahagia, tapi juga merasakannya bahagia. Biarlah dia bahagia, mungkin dengan orang lain fad , jadi iklasin aja jangan dendam” tambah anton
Meski lara hati, menangis melepasmu. Andaikan kau tau , betapa aku masih mencintai mu, ingin rasanya aku memelukmu untuk terakhir kalinya untuk melepas kau pergi namun aku takut tak mampu.
Kemudian aku pergi meninggalkan mall tersebut, karena kalo lama-lama disana akan terasa menyakitkan.
Kemudian kami duduk di depan halaman mall tersebut sambil melihat-lihat orang yang sedang berjalan-jalan.
Anton memulai percakapan “Wanita itu ibarat badai. karena saat kau mencintainya, berarti kau memberikan segala kekuatan kepadanya untuk menghancurkanmu.Tapi yakinlah, bila dia cinta sejatimu dia tidak akan menggunakannya untuk itu”
“Buktinya sekarang gimana nton”? Kata ku
“Yahh, buktinya dia bukan cinta sejatimu”
“Jadi lepaskan dia, dan relakan dia” tukas anton
“Aku diam”
“wanita itu, ibarat bulu ia seperti sehelai bulu ayam yang melayang-layang di udara, tak pernah diam karena selalu disapu oleh angin rayuan, terhempas kesana kemari karena pujian, terdesak karena diperhatikan.
Ini mungkin karena  wanita dibekali dengan sifat khusus yang halus, perasaannya yang harus, suaranya yang halus, kulitnya  yang halus, dan nggak salah kalau disebut sebagai makhluk halus. Dari bangsa jin  gitu? Ahh.. segala sesuatu adalah misteri. Hahahaha ...”tutur anton
“hahahahaha” aku pun ikut ketawa dengan kata-katanya
“DEWA. Aku menitikan cinta, juga rindu untuk wanitaku yang kini diam, direlung yang kepadanya aku tak sanggup mengapai”. tambah anton sambil lari
“Kamvvrett kau ngejek aku ya!!!” kataku yang sedang mengejarnya.