OPINI terhadap
REALITA Kebijakan Pemerintah dalam menerapakan OTONOMI dan Desentralisasi
Daerah.
Otonomi
daerah dapat di rumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksi yang utama, yaitu
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Di bidang politik, karena otonomi daerah
merupakan buah dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi , ia harus di
pahami sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintah daerah
yang di pilih secara demokratis. Hal ini memungkinkan berlansungnya
penyelenggara pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas
dan memelihara mekanisme pengambialan keputusan yang taat terhadap asas
pertanggung jawaban public. Demokratisasi pemerintah juga berarti transparansi
kebijakan. Artinya, dari kebijakan yang diambil, harus jelas siapa yang
memperkasai kebijakan, apa tujuannya, berapa ongkos yang dipakai, siapa yang
bertanggung jawab jika kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga berarti
kesempatan membangun struktur pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan daerah,
membagun system pola karir politik dan administrative yang konpetitif serta
mengembangkan system manajemen pemerintah yang efektif
Selanjutnya
dibidang ekonomi, otonomi daerah pada satu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbuka
peluang bagi pemerintahan daerah mengembangkan kebijakan ragional dan local
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi daerah. Dalam konteks ini,
otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk
menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan
membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di
daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawah masyarakat ketingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Sedangkan
dalam sosial dan budaya, otonomi daerah harus di kelola dengan sebaik mungkin
dengan menciptakan dan memelihara harmoni sosial. Pada saat yang sama, ekonomi
daerah memelihara nilai – nilai local yang dipandang bersifat kondusif terhadap
kemampuan masyarakat merespons dinamiak kehidupan di sekitarnya.
Seiring dengan perkembangan peraturan perundang undang dan aspirasi yang
berkembang di masyarakat, ternyata revisi undang – undang Nomor 32 tahun 2004
tidak mampu menjawab seluruh permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggara
pemerintahan daerah dengan system desentralisasi. Sebagian pelaksanaanya
cendrung masih mengarah pada resentralisasi dari pada menerapkan kebijakan
otonomi daerah di gunakan pemerintah pusat hanya untuk mengalihkan beban
administrasi kedaerah tanpa alokasi dana yang mencukupi.
Selain itu, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah diwarnai oleh permasalah yang
munculnya raja-raja kecil didaerah, adanya anggapan tidak perlunya konsultasi
dan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota. Hal itu menyebabkan konflik kepentingan antara
kepentingan nasional dan daerah. Masalah lain adalah ketimpangan antardaerah,
selain beberapa kasus kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
dan korupsi yang terjadi pada penyelenggaraan pemerintah daerah atas anggaran
yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh adalah tindakan
korupsi yang dilakukan oleh beberapa Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati,
Wali Kota maupun aparat pemerintah Daerah lainya yang masih menghiasi
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan
Rebulik Indonesia.
Revisi undang – undang Nomor 32 tahun 2004 secara komperhensif penting untuk
memastikan pelaksanaan otonomi daerah dalam memenuhi tujuan mendasarnya,
yaitu mendekatkan pemerintah kepada masyarakat dengan memberikan pelayanan
public (public service) yang lebih baik, selain mendorong partisipasi
masyarakat dalam proses kebijakan, sehingga terwujud penyelenggaraan pemerintah
daerah yang mampu menciptakan masyarakat sejahtera
Mengamati perjalanan otonomi daerah di indoensia berdasarkan undang – undang
Nomor 32 tahun 2004, teryata masih banyak permasalahan yang di hadapi. Dalam pelaksanaanya,
banyak terjadi kontroversi dan penyimpangan dari semangat otonomi daerah itu
sendiri. Oleh sebab itu, penyelenggara otonomi daerah harus diiringi dengan
reformasi birokrasi yang di harapkan akan mengubah paradigm kinerja birokrasi
penyelenggara pemerintah daerah. Reformasi yang saya maksud adalah yaitu
reformasi kinerja penyelenggara pemerintahan daerah bisa di praktikan dengan
menerapkan prinsip – prinsip good governance
atau pun reinventing
government sebagai alternative pelaksanaan peningkatan kinerja
penyelenggara pemerintahan daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar