Sabtu, 21 November 2015

Otonomi dan Desentralisasi


PERAN PEMERINTAH DALAM MESEJAHTERAKAN MASYARAKAT MELALUI " DESENTRALISASI DAN OTONONOMI DAERAH"






BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

        Pembahasan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah dilandasi asumsi bahwa hubungan antara orang yang memerintah dan orang yang diperintah, sama halnya dengan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah merupakan masalah klasik dalam ilmu politik. Paradigma lama yang memandang masih kuatnya hubungan sub-ordinasi antara pemerintah dan rakyat, nampaknya sudah mulai luntur yang dalam paradigma baru cendurung menghendaki hubungan yang setara antara pemerintah dan rakyat. Peranan pemerintah tidak lagi membawahi dan memerintah, melainkan lebih mengarahkan dan memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Persoalan utamanya bersumber pada seberapa bebas masyarakat (baca: pemerintah daerah) bergerak atau berinitiatif dalam lingkungan kekuasaan negara, dan seberapa besar pula masyarakat daerah dapat mempengaruhi kebijakan negara dan atau pemerintahan daerah yang pada giliranya kebijakan itu akan berujung kepada pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas dasar inilah konsep desentralisasi dan otonomi dapat dipandang, baik sebagai fenomena politik maupun administrasi negara.

        Walaupun Pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut “faham negara integralistik”, namun penyelenggaraan Pemerintahan negara di bawah rezim demokrasi terpimpin dan rezim orde baru pada masa yang lalu, demikian pula pada masa-masa pemerintahan selanjutnya, menunjukkan betapa kuatnya “faham negara integralistik” yang mempengaruhi penyelenggaraan sistem pemerintahan negara, dimana negara memiliki kemauan dan kepentingan yang sering berbeda dengan kepentingan warganya, yang dapat melakukan intervensi kedalam kehidupan masyarakat, sekalipun hal itu didedikasikan untuk kesejahteraan dan kemajuan masyarakat itu sendiri. Kondisi seperti ini dimungkinkan terjadi, karena setiap kebijakan yang ditetapkan sebagai kebijakan publik, sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh sikap, perilaku, dan value judgement dari para penyelenggara negara (human behaviour and value judgement), yang pada gilirannya dipandang sebagai “pembenaran hukum” dan sebagai alat pemaksa yang harus ditaati oleh rakyat.

        Dalam “faham negara integralistik”, negara mempunyai kekuasaan mutlak, dimana kedaulatan negara mengatasi kedaulatan rakyat. Semua bagian - bagian dalam keseluruhan diarahkan kepada persatuan dan kesatuan, bagi negara yang terpenting adalah keseluruhan bukan bagian - bagian. Itulah faham negara integralistik yang sering dipraktekkan oleh para penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara.
        Ide faham “Negara integralistik” ini semula diekspose dan direkomendasikan oleh Prof. Dr. Supomo pada sidang BUPKI tanggal 15 Mei 1945 dengan mengemukakan 3 (tiga) pilihan yang diusulkan untuk dijadikan dasar Negara, apabila Indonesia telah merdeka, yaitu faham:
(1) Individualisme;
(2) Kolektivisme; dan
(3) Integralistik

        Para Pendiri Negara (The Founding Fathers) kurang sefaham dengan ide negara integralistik ini yang akan dijadikan konsep dasar negara, karena faham ini menonjolkan sifat totalitarian dari negara yang tidak selaras dengan ide kekeluargaan yang bersifat egalitarian. Ide kekeluargaan menghendaki posisi sejajar antara pihak - pihak yang berinteraksi, termasuk antara negara dan masyarakatnya.
        Hal ini dapat terlihat dari pasal - pasal dalam UUD 1945 yang secara ideatif bertolak belakang dengan gagasan faham negara integralistik tersebut, misalnya pasal 28 yang menjamin hak - hak asasi manusia, dan pasal 18 yang menghormati dan menghargai sifat - sifat khusus dari daerah - daerah yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 sebenarnya berusaha mengatur keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme, UUD 1945 menganut kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan negara.

B.    Rumusan Masalah
a.      Apa yang dimaksud dengan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ?
b.      Apa saja tujuan Desentralisasi dan Otonomi Daerah?
c.      Bagaimana Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Mesejaterahkan Kehidupan masyarakat?


C.    Tujuan

        Tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Selain itu juga kami bertujuan untuk memperluas pengetahuan tentang Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Kehidupan masyarakat melalui kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

D.    Metode penulisan

        Penyusunan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan di mana selain mendapatkan materi makalah ini dari buku-buku mengenai otonomi daerah serta kami juga mendapatkan materi dari media internet, mengingat keterbatasan waktu maka melalui internet materi maupun data mudah di dapatkan dan cepat serta efisien.










BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Desentralisasi

        Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
         Menurut undang – undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 1 ayat (7), desentralisasi adalah penyerahan wewenang  pemerintahan oleh pemerintahan  kepada Daerah Otonomi untuk mengatur  dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan demikian, wewenang pemerintahan tersebut adalah wewenang yang yang diserahkan oleh pemerintahan pusat saja, sedangkan pemerintahan daerah hanya melaksanakan wewenang yang diberiakan pemerintahn pusat sesuai dengan aspirasi masyrakat daerahnya, walaupun sebenarnya daerah diberiakan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya secara luas, nyata, dan bertanggung jawab.
            Kewenangan  daerah ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenanganan yang dikecualikan dalam undang – undang No. 32 Tahun 2004 ini, sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (3), yaitu kewenangan dalam bidang politik ;luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, dan fiscal nasional serta agama.
Tujuan utama Desentralisai adalah:
(1)   Tujuan politik, yang ditunjukan untuk menyalurkan partisipasi politik ditingkat daerah untuk mewujudkannya stabiltas politik nasional.
(2)  Tujuan ekonomis, yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa pembangunan akan dilaksanakan secara efektif dan efesien di daerah – daerah dalam rangkah mewujudkan kesejatraan sosial.


B.    Pengertian Otonomi Daerah

        Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau Undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
        Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
        Sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki konstitusi atau Undang-undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup sesuai dengan hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, serta mengatur semua permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Tujuan di proklamasikannya Negara ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang menyebutkan:
        “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
        Ketentuan yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, menjelaskan bahwa Negara Indonesia harus berupaya untuk menjunjung tinggi hak-hak rakyat dan mewujudkan aspirasi rakyat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak mungkin terpusat pada satu pemerintahan daerah. Oleh karena itu, di bentuklah daerah-daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 hal amandemen, yaitu sebagai berikut:
Pasal 18
(1)  Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang di atur dengan Undang-undang.
(2)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)  Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya di pilih melalui pemilihan umum.
(4)  Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten dan kota di pilih secara demokratis.
(5)  Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang di tentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)  Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)  Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di atur dalam Undang-undang.
Pasal 18A
(1)  Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, di atur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)  Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya  antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah  di atur dan di laksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-undang.
Pasal 18B
(1)  Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang di atur dengan Undang-Undang.
(2)  Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di atur dalam Undang-undang.
        Pembentukan pemerintahan daerah ini bertujuan mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat. Bung Hatta menjelaskan bahwa wujud kedaulatan rakyat sebagai pernyataan dari pemerintahan ialah rakyat dalam keadaan seluruhnya atau dalam bagian-bagiannnya memerintah dirinya sendiri. Akan tetapi, kedaulatan yang di lakukan oleh rakyat daerah bukanlah kedaulatan yang keluar dari pokoknya, melainkan kedaulatan yang datang dari  kedaulatan rakyat yang lebih atas. Dengan demikian, kedaulatan yang di miliki oleh rakyat daerah tidak boleh bertentangan dengan garis-garis besar yang telah di tetapkan dalam garis-garis haluan Negara.
            Otonomi yang di selenggarakan di Republik Indonesia ini terdiri dari beberapa faktor-faktor yang mendasari.
(1)  Keragaman bangsa Indonesia dengan sifat-sifat istimewa pada berbagai golongan, tidak memungkinkan pemerintahan diselenggarakan secara beragam.
(2)  Wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan luas dengan segala pembawaan masing-masing, memerlukan cara penyelenggaraan yang sesuai dengan kedaan dan sifat-sifat dari berbagai pulau tersebut.
(3)  Desa dan berbagai persekutuan hukum merupakan salah satu sendi yang ingin di pertahankan dalam susunan Pemerintahan Negara.
(4)  Pancasila dan UUD 1945 menghendaki suatu susunan pemerintahan yang demokratis.
(5)  Desentralisasi merupakan wujud demokratis.
(6)   Efesinsi merupan salah satu ukuran keberhasilan organisasi.
Dengan adanya otonomi, daerah di harapkan akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintahan pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan mampu memaikan perannya dalam membuka peluang dalam memajukan daerah tanpa intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggung jawaban  publik( masyarakt daerah ), serta pertanggung jawaban kepada pemerintahan pusat, sebagai konsekuensi dari Negara Kesatuan Repulik Indonesia.


C.    Tujuan otonomi daerah
Tujuan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang
        Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut:
        Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
        Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat  perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan  pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing di harapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta  potensi daerah dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai  Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D.Tujuan desentralisasi
Desentralisasi yang dilaksanakan tentu mempunyai tujuan utama adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di daerah demi terwujudnya masyarakat sejahtera, adil dan makmur sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaiaman yang tercantum dala alinea keempat UUD 1945. Berkenaan dengan itu ,menurut Smith 1985) dalam Lili Romli tujuan Negara menerapkan desentralisasi adalah:
1) Desentralisasi diterapkan dalam upaya untuk pendidikan politik.
2) Untuk latihan kepemimpinan politik.
3) Untuk memelihara stabilitas politik.
4) Untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di Pusat.
5) Untuk memperkuat akuntabilitas public.
6) Untuk meningkatkan kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat. Sehubungan dengan pendapat di atas, A.F.Leemans (1970) dalam Sarundajang mengatakan tujuan desentralisasi:
·        Terjadi kecenderungan untuk memangkas jumlah susunan daerah otonom.
·        Terjadi kecenderungan mengorbankan demokrasi dengan cara membatasi peran dan partisipasi lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai lembaga kebijakan dan lembaga control.
·        Kecenderungan keenganan pusat untuk menyerahkan wewenang dan diskresi yang lebih besar pada daerah otonom
·        Kecenderungan mengutamakan demokrasi daripada desentralisasi Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah. Dengan kata lain tujuan desentralisasi adalah untuk merangsang kepekaan elit lokal terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat daerah.





E.    Kebijakan Pemerintahan Daerah dalam Mensejahterahkan Kehidupan ber-Masyarakat.

        Dalam mensejahterakan  kehidupan masyarakat banyak sekali program-program yang di rencanakan pemerintahan daerah baik itu dalam sektor Sosial, Ekonomi maupun sektor dibidang kesehatan. Tetapi Reformasi Kinerja Birokrasi Pemerintahanan Daerah kebanyakan sangat berpatokan pada:
Ø Pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas di daerah, hal ini di mulai dari keputusan politik dari DPRD mengenai perlunya pemberian prioritas pengembangan sumber daya manusia daerah yang berkualitas berwawasan IPTEK dan berkepribadian yang baik, ini kemudian di laksanakan oleh perguruan tinggi di daerah ataupun berkerjasama dengan perguruan tinggi lainnya kalau perlu kenegara lain.

        Srategi pengembangan SDM yang berkualitas harus sejalan dengan visi misi daerah otonom masing-masing. Setiap daerah akan membutuhkan kualitas SDM yang beragam sesuai dengan potensi sumber daya alamnya. Melalui pengembangan SDM, potensi sumber daya alam dapat di ubah menjadi sumber daya buatan ataupun produk yang berkualitas dan berdaya saing.
        Apabila proses pengembangan SDM  berkualitas sudah berjalan dan berhasil, inisiatif pengembangannya bukan lagi berasal dari tiga pilar utama sebagaimana di kemukakan di atas, melainkan akan di jalankan sendiri oleh masyarakat sehingga menjadi proses yang bersifat self propelling.




F.    Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

 
 Hubungan dalam bidang kewenangan
 
        Hubungan dalam bidang kewenangan berkaitan dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas.
Di golongkan sebagai otonomi luas, apabila memenuhi ketentuan berikut. Pertama, urusan-urusan rumah tangga daerah di tentukan secara kategoris dan pengembangannya di atur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua, apabila system supervise dan pengawasan di lakukan sedemikian rupa sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.


Hubungan dalam Bentuk Pembinaan dan Pengawasan

        Penyelenggaraan pemerintahan di daerah di dasarkan pada prinsip permusyawaratan yang di lakukan oleh masyarakat daerahnya sehingga prinsip demokratisasi harus di kembangkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat di lihat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka (2) ysng menyebutkan:
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas ototnomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

        Pasal ini mengandung Pengertian bahwa setiap kebijakan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah harus berdasarkan aspirasi yang di kehendaki masyarakat, sesuai dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sehingga setiap keinginan masyarakat bisa terpenuhi. Hal ini sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menitikberatkan asas desentralisasi. Pemberlakuan asas ini memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannnya dalam rangka mengurus rumah tangganya sendiri, yang di barengi dengan rasa tanggung jawab oleh masyarakat setempat. Setiap kebijakan peneyelenggaraan pemerintahannya harus sesuai dengan keinginan mereka (masyarakat setempat).
        Selain pemberlakuan asas desentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun berprinsip pada asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.


Hubungan dalam Bidang Keuangan

        Hubungan dalam bidang keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangatlah menentukan kemandirian ekonomi. Akan tetapi, yang umum di persoalkan adalah terbatasnya jumlah uang yang di miliki daerah di bandingkan dengan pemerintah pusat. Berdasarkan premis ini, intinya hubungan keuangan pusat dan daerah adalah perimbangan keuangan. Perimbangan adalah memperbesar pendapatan asli daerah sehingga lumbung keuangan daerah dapat berisi lebih banyak.
        Berbagai kenyataan mengenai hubungan keuangan antara pusat dan daerah ada beberapa hal yang perlu di perhatikan. Pertama, meskipun pendapatan asli daerah tidak banyak, tidak berarti lumbung keuangan daerah tidak berisi banyak. Akan tetapi tidak bersumber dari pendapatan sendiri, tetapi dari uang yang di serahkan pusat kepada daerah seperti subsidi dan lain-lainnya. Kedua, Skema hukum perimbangan keuangan pusat dan daerah hanya merupakan ilusi karena dalam keadaan apapun keuangan pusat akan lebih kuat dari pada keuangan daerah. Ketiga, Meskipun sumber lumbung keuangan daerah di perbesar, tidak aka nada daerah yang benar-benar mampu membelanjakan secara penuh rumah tangganya sendiri.


BAB III
ANALISIS


Kesenjangan Das Sollen dan Das Sein terhadap Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

        Seiring dengan berjalannya roda reformasi dalam bidang hukum, terjadi pergeseran pelaksanaan kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang bergulir sejak di berlakukanya Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang nomor 25 tahun1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah dan kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah.
        Dengan perkembangan  Peraturan Perundang-undangan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, ternyata Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak mampu menjawab seluruh permasalahan yang berkaitan dengan penyenggaraan pemerintahan daerah dengan sistem desentralisasi dari pada menerapkan kebijakan menurut kami cenderung masih mengara pada resentralisasi dari pada menerapkan kebijakan otonomi daerah yang konsisten. Ada penilaian di daerah bahwa kebijak otonomi daerah di gunakan pemerintah pusat hanya untuk mengalikan beban administrasi daerah tanpa alokasi dana yang mencukupi.
        Selain itu, pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah menurut kami banyak diwarnai munculnya raja-raja kecil di daerah, adanya anggapan tidak perlu ada konsultasi dan koorinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintahan provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan konflik kepentingan nasional dan daerah.
        Masalah yang lain adalah ketimpangan antar daerah, selain beberapa kasus kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan korupsi yang terjadi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah atas anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejateraan rakyat, sebagai contohnya adalah Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh bebrapa Kepala Daerah (Gubernur maupun Bupati/Wali Kota) yang selama ini masih menghiasi pelaksanaan penyenggaraan pemerintahan daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
        Revisi undang-undang  Nomor 32 Tahun 2004 secara komperhensif penting untuk memastikan pelaksanaan otonomi daerah dalam memenuhi tujuan mendasarnya, yaitu mendekatkan Pemerintah kepada masyarakat dan memberikan Pelayanan Publik (public service) yang lebih baik, selain mendorong Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan, sehingga terwujudnya pemerintahan yang mampu menciptakan masyarakat yang sejahtera.



BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
         Akhirnya sampai juga makalah ini pada ujungnya dari sekian banyak rintangan dan semangat yang naik turun dari teman-teman kelompok.
         Baiklah tanpa basi basi kami sudahi makalah ini dengan penutup pembahasan yang tidak neko-neko bahwa kebijakan pemerintah Desentralisasi dan Otonomi Daerah, jika kita mengamati perjalanan otonomi daerah di Indonesia berdasarkan Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004, ternyata masih banyak masalah yang di hadapi. Oleh sebab itu, penyelenggaraan otonomi daerah harus di iringi dengan reformasi birokrasi yang di harapkan akan merubah paradigma kinerja birokrasi penyelenggara pemerintah daerah.
         Reformasi kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut kami dapat di praktekan dengan menerapkan prinsip – prinsip good governance atau pun reinventing government sebagai alternative pelaksanaan peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.



DAFTAR PUSTAKA


Mertokusumo, Sudikno. 2014. Perbuatan Melawan Hukum Oleh Pemerintah.
      Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Rosidin, Utang. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Di Lengkapi
      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan Perubahan-perubahannya.
      Bandung: Pustaka setia.

Sirajuddin, dkk. 2012. Hukum Pelayanan Publik Berbasis Keterbukaan Informasi dan
      Partisipasi. Malang: Setara Press.



https://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi


http://www.academia.edu/8786780/makalah_A._Kebijakan_desentralisasi_dan_otonomi_daerah_dalam_kontek_Negara_kesatuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar