PERAN PEMERINTAH DALAM MESEJAHTERAKAN MASYARAKAT MELALUI " DESENTRALISASI DAN OTONONOMI DAERAH"
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan
mengenai desentralisasi dan otonomi daerah dilandasi asumsi bahwa hubungan
antara orang yang memerintah dan orang yang diperintah, sama halnya dengan
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah merupakan masalah
klasik dalam ilmu politik. Paradigma lama yang memandang masih kuatnya hubungan
sub-ordinasi antara pemerintah dan rakyat, nampaknya sudah mulai luntur yang
dalam paradigma baru cendurung menghendaki hubungan yang setara antara
pemerintah dan rakyat. Peranan pemerintah tidak lagi membawahi dan memerintah,
melainkan lebih mengarahkan dan memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan
rakyat. Persoalan utamanya bersumber pada seberapa bebas masyarakat (baca:
pemerintah daerah) bergerak atau berinitiatif dalam lingkungan kekuasaan
negara, dan seberapa besar pula masyarakat daerah dapat mempengaruhi kebijakan
negara dan atau pemerintahan daerah yang pada giliranya kebijakan itu akan
berujung kepada pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Atas dasar
inilah konsep desentralisasi dan otonomi dapat dipandang, baik sebagai fenomena
politik maupun administrasi negara.
Walaupun
Pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut “faham negara
integralistik”, namun penyelenggaraan Pemerintahan negara di bawah rezim demokrasi terpimpin
dan rezim orde baru pada masa
yang lalu, demikian pula pada masa-masa pemerintahan selanjutnya, menunjukkan
betapa kuatnya “faham negara integralistik” yang mempengaruhi penyelenggaraan
sistem pemerintahan negara, dimana negara memiliki kemauan dan kepentingan yang
sering berbeda dengan kepentingan warganya, yang dapat melakukan intervensi
kedalam kehidupan masyarakat, sekalipun hal itu didedikasikan untuk
kesejahteraan dan kemajuan masyarakat itu sendiri. Kondisi seperti ini dimungkinkan
terjadi, karena setiap kebijakan
yang ditetapkan sebagai kebijakan publik, sangat dipengaruhi dan ditentukan
oleh sikap, perilaku, dan value judgement dari para penyelenggara negara (human
behaviour and value judgement), yang pada gilirannya dipandang sebagai
“pembenaran hukum” dan sebagai alat pemaksa yang harus ditaati oleh rakyat.
Dalam
“faham negara integralistik”, negara mempunyai kekuasaan mutlak, dimana
kedaulatan negara mengatasi kedaulatan rakyat. Semua bagian - bagian dalam
keseluruhan diarahkan kepada persatuan dan kesatuan, bagi negara yang
terpenting adalah keseluruhan bukan bagian - bagian. Itulah faham negara
integralistik yang sering dipraktekkan oleh para penyelenggara kekuasaan
pemerintahan negara.
Ide faham “Negara integralistik” ini semula diekspose dan direkomendasikan oleh Prof. Dr. Supomo pada sidang BUPKI tanggal 15 Mei 1945 dengan mengemukakan 3 (tiga) pilihan yang diusulkan untuk dijadikan dasar Negara, apabila Indonesia telah merdeka, yaitu faham:
(1) Individualisme;
(2) Kolektivisme; dan
(3) Integralistik
Para Pendiri Negara (The Founding Fathers) kurang sefaham dengan ide negara integralistik ini yang akan dijadikan konsep dasar negara, karena faham ini menonjolkan sifat totalitarian dari negara yang tidak selaras dengan ide kekeluargaan yang bersifat egalitarian. Ide kekeluargaan menghendaki posisi sejajar antara pihak - pihak yang berinteraksi, termasuk antara negara dan masyarakatnya.
Hal ini dapat terlihat dari pasal - pasal dalam UUD 1945 yang secara ideatif bertolak belakang dengan gagasan faham negara integralistik tersebut, misalnya pasal 28 yang menjamin hak - hak asasi manusia, dan pasal 18 yang menghormati dan menghargai sifat - sifat khusus dari daerah - daerah yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 sebenarnya berusaha mengatur keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme, UUD 1945 menganut kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan negara.
Ide faham “Negara integralistik” ini semula diekspose dan direkomendasikan oleh Prof. Dr. Supomo pada sidang BUPKI tanggal 15 Mei 1945 dengan mengemukakan 3 (tiga) pilihan yang diusulkan untuk dijadikan dasar Negara, apabila Indonesia telah merdeka, yaitu faham:
(1) Individualisme;
(2) Kolektivisme; dan
(3) Integralistik
Para Pendiri Negara (The Founding Fathers) kurang sefaham dengan ide negara integralistik ini yang akan dijadikan konsep dasar negara, karena faham ini menonjolkan sifat totalitarian dari negara yang tidak selaras dengan ide kekeluargaan yang bersifat egalitarian. Ide kekeluargaan menghendaki posisi sejajar antara pihak - pihak yang berinteraksi, termasuk antara negara dan masyarakatnya.
Hal ini dapat terlihat dari pasal - pasal dalam UUD 1945 yang secara ideatif bertolak belakang dengan gagasan faham negara integralistik tersebut, misalnya pasal 28 yang menjamin hak - hak asasi manusia, dan pasal 18 yang menghormati dan menghargai sifat - sifat khusus dari daerah - daerah yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 sebenarnya berusaha mengatur keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme, UUD 1945 menganut kedaulatan rakyat, dan bukan kedaulatan negara.
B. Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan
Desentralisasi dan Otonomi Daerah ?
b.
Apa saja tujuan Desentralisasi
dan Otonomi Daerah?
c.
Bagaimana Kebijakan Pemerintah
Daerah dalam Mesejaterahkan Kehidupan masyarakat?
C. Tujuan
Tujuan
kami dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Hukum Administrasi Negara. Selain itu juga kami bertujuan untuk memperluas
pengetahuan tentang Peran Pemerintah Dalam Mensejahterakan Kehidupan masyarakat
melalui kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
D. Metode penulisan
Penyusunan makalah ini kami menggunakan
metode kepustakaan di mana selain mendapatkan materi makalah ini dari buku-buku
mengenai otonomi daerah serta kami juga mendapatkan materi dari media internet,
mengingat keterbatasan waktu maka melalui internet materi maupun data mudah di dapatkan
dan cepat serta efisien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi adalah
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya
desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa
desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah
merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus
daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat.
Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan
daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat
mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Menurut undang – undang Nomor 32 tahun
2004 Pasal 1 ayat (7), desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintahan kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan demikian, wewenang pemerintahan
tersebut adalah wewenang yang yang diserahkan oleh pemerintahan pusat saja,
sedangkan pemerintahan daerah hanya melaksanakan wewenang yang diberiakan
pemerintahn pusat sesuai dengan aspirasi masyrakat daerahnya, walaupun
sebenarnya daerah diberiakan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya secara luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Kewenangan daerah ini mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali kewenanganan yang dikecualikan dalam undang –
undang No. 32 Tahun 2004 ini, sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (3), yaitu
kewenangan dalam bidang politik ;luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi,
moneter, dan fiscal nasional serta agama.
Tujuan
utama Desentralisai adalah:
(1) Tujuan politik,
yang ditunjukan untuk menyalurkan partisipasi politik ditingkat daerah untuk
mewujudkannya stabiltas politik nasional.
(2) Tujuan ekonomis, yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa
pembangunan akan dilaksanakan secara efektif dan efesien di daerah – daerah
dalam rangkah mewujudkan kesejatraan sosial.
B. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara harfiah,
otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani,
otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti
sendiri dan namos berarti aturan atau Undang-undang, sehingga dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan
guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi
yang ada di daerah masing-masing.
Sebagai suatu
bangsa yang merdeka dan berdaulat, Negara Indonesia memiliki konstitusi atau
Undang-undang Dasar yang menjamin setiap warganya untuk hidup sesuai dengan
hak-haknya dan berupaya untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, serta mengatur semua
permasalahan yang menyangkut pemerintahan. Tujuan di proklamasikannya Negara
ini tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang menyebutkan:
“Melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.”
Ketentuan yang
terdapat dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, menjelaskan bahwa Negara Indonesia
harus berupaya untuk menjunjung tinggi hak-hak rakyat dan mewujudkan aspirasi
rakyat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pelayanan terhadap rakyatnya tidak
mungkin terpusat pada satu pemerintahan daerah. Oleh karena itu, di bentuklah
daerah-daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 hal amandemen, yaitu
sebagai berikut:
Pasal 18
(1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
di atur dengan Undang-undang.
(2)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3)
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya di pilih
melalui pemilihan umum.
(4)
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten dan kota di pilih secara demokratis.
(5)
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang di tentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
(6)
Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah di
atur dalam Undang-undang.
Pasal 18A
(1)
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah provinsi,, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, di atur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah.
(2)
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
di atur dan di laksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-undang.
Pasal 18B
(1)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan
daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang di atur dengan
Undang-Undang.
(2)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di
atur dalam Undang-undang.
Pembentukan
pemerintahan daerah ini bertujuan mencapai efektivitas dan efisiensi dalam
pelayanan kepada masyarakat. Bung Hatta menjelaskan bahwa wujud kedaulatan
rakyat sebagai pernyataan dari pemerintahan ialah rakyat dalam keadaan
seluruhnya atau dalam bagian-bagiannnya memerintah dirinya sendiri. Akan
tetapi, kedaulatan yang di lakukan oleh rakyat daerah bukanlah kedaulatan yang
keluar dari pokoknya, melainkan kedaulatan yang datang dari kedaulatan rakyat yang lebih atas. Dengan
demikian, kedaulatan yang di miliki oleh rakyat daerah tidak boleh bertentangan
dengan garis-garis besar yang telah di tetapkan dalam garis-garis haluan
Negara.
Otonomi yang
di selenggarakan di Republik Indonesia ini terdiri dari beberapa faktor-faktor
yang mendasari.
(1)
Keragaman bangsa Indonesia dengan sifat-sifat istimewa pada
berbagai golongan, tidak memungkinkan pemerintahan diselenggarakan secara
beragam.
(2)
Wilayah Indonesia yang berpulau-pulau dan luas dengan segala
pembawaan masing-masing, memerlukan cara penyelenggaraan yang sesuai dengan
kedaan dan sifat-sifat dari berbagai pulau tersebut.
(3)
Desa dan berbagai persekutuan hukum merupakan salah satu
sendi yang ingin di pertahankan dalam susunan Pemerintahan Negara.
(4)
Pancasila dan UUD 1945 menghendaki suatu susunan pemerintahan
yang demokratis.
(5)
Desentralisasi merupakan wujud demokratis.
(6)
Efesinsi merupan salah
satu ukuran keberhasilan organisasi.
Dengan adanya otonomi, daerah di harapkan
akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintahan pusat
diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan
mampu memaikan perannya dalam membuka peluang dalam memajukan daerah tanpa
intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggung jawaban publik( masyarakt daerah ), serta pertanggung
jawaban kepada pemerintahan pusat, sebagai konsekuensi dari Negara Kesatuan
Repulik Indonesia.
C. Tujuan otonomi
daerah
Tujuan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-undang
Dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan otonomi daerah sebagai berikut:
Pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya 3
(tiga) tujuan otonomi
daerah, yakni
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat
perwujudannya melalui peningkatan pelayanan di daerah dan pemberdayaan
masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing di harapkan dapat dilaksanakan dengan memperhatikan
keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah dan keanekaragaman yang
dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D.Tujuan desentralisasi
Desentralisasi
yang dilaksanakan tentu mempunyai tujuan utama adalah untuk mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat di daerah demi terwujudnya masyarakat sejahtera,
adil dan makmur sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagaiaman yang
tercantum dala alinea keempat UUD 1945. Berkenaan dengan itu ,menurut Smith
1985) dalam Lili Romli tujuan Negara menerapkan desentralisasi adalah:
1)
Desentralisasi diterapkan dalam upaya untuk pendidikan politik.
2)
Untuk latihan kepemimpinan
politik.
3)
Untuk memelihara stabilitas
politik.
4)
Untuk mencegah konsentrasi
kekuasaan di Pusat.
5)
Untuk memperkuat
akuntabilitas public.
6)
Untuk meningkatkan kepekaan
elit terhadap kebutuhan masyarakat. Sehubungan
dengan pendapat di atas, A.F.Leemans (1970) dalam Sarundajang mengatakan tujuan
desentralisasi:
·
Terjadi
kecenderungan untuk memangkas jumlah susunan daerah otonom.
·
Terjadi
kecenderungan mengorbankan demokrasi dengan cara membatasi peran dan partisipasi lembaga perwakilan rakyat
daerah
sebagai lembaga kebijakan
dan lembaga control.
·
Kecenderungan
keenganan pusat untuk menyerahkan wewenang dan diskresi
yang lebih besar pada daerah otonom
·
Kecenderungan
mengutamakan demokrasi daripada desentralisasi Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka penulis
dapat menarik
kesimpulan bahwa tujuan utama
desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah
pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah. Dengan kata
lain tujuan desentralisasi adalah untuk merangsang kepekaan
elit lokal terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat daerah.
E. Kebijakan Pemerintahan
Daerah dalam Mensejahterahkan Kehidupan ber-Masyarakat.
Dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat banyak sekali program-program
yang di rencanakan pemerintahan daerah baik itu dalam sektor Sosial, Ekonomi
maupun sektor dibidang kesehatan. Tetapi Reformasi Kinerja Birokrasi
Pemerintahanan Daerah kebanyakan sangat berpatokan pada:
Ø Pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkualitas di daerah, hal ini di mulai
dari keputusan politik dari DPRD mengenai perlunya pemberian prioritas
pengembangan sumber daya manusia daerah yang berkualitas berwawasan IPTEK dan
berkepribadian yang baik, ini kemudian di laksanakan oleh perguruan tinggi di daerah
ataupun berkerjasama dengan perguruan tinggi lainnya kalau perlu kenegara lain.
Srategi pengembangan SDM yang
berkualitas harus sejalan dengan visi misi daerah otonom masing-masing. Setiap
daerah akan membutuhkan kualitas SDM yang beragam sesuai dengan potensi sumber
daya alamnya. Melalui pengembangan SDM, potensi sumber daya alam dapat di ubah
menjadi sumber daya buatan ataupun produk yang berkualitas dan berdaya saing.
Apabila proses pengembangan SDM berkualitas sudah berjalan dan berhasil,
inisiatif pengembangannya bukan lagi berasal dari tiga pilar utama sebagaimana
di kemukakan di atas, melainkan akan di jalankan sendiri oleh masyarakat
sehingga menjadi proses yang bersifat self
propelling.
F. Hubungan Pemerintah Pusat
Dan Pemerintah daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Hubungan
dalam bidang kewenangan
Hubungan dalam bidang kewenangan
berkaitan dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara
menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini mencerminkan suatu
bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas.
Di
golongkan sebagai otonomi luas, apabila memenuhi ketentuan berikut. Pertama, urusan-urusan rumah tangga
daerah di tentukan secara kategoris dan pengembangannya di atur dengan
cara-cara tertentu pula. Kedua,
apabila system supervise dan pengawasan di lakukan sedemikian rupa sehingga
daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang
menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang
akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.
Hubungan
dalam Bentuk Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan pemerintahan di daerah
di dasarkan pada prinsip permusyawaratan yang di lakukan oleh masyarakat
daerahnya sehingga prinsip demokratisasi harus di kembangkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat di lihat dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka (2) ysng menyebutkan:
“Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas ototnomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
Pasal ini mengandung Pengertian bahwa
setiap kebijakan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah harus berdasarkan
aspirasi yang di kehendaki masyarakat, sesuai dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya sehingga setiap keinginan masyarakat bisa terpenuhi. Hal ini
sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang menitikberatkan asas desentralisasi.
Pemberlakuan asas ini memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahannnya dalam rangka mengurus rumah tangganya
sendiri, yang di barengi dengan rasa tanggung jawab oleh masyarakat setempat.
Setiap kebijakan peneyelenggaraan pemerintahannya harus sesuai dengan keinginan
mereka (masyarakat setempat).
Selain pemberlakuan asas
desentralisasi, penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun berprinsip pada asas
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Hubungan
dalam Bidang Keuangan
Hubungan dalam bidang keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangatlah menentukan kemandirian
ekonomi. Akan tetapi, yang umum di persoalkan adalah terbatasnya jumlah uang
yang di miliki daerah di bandingkan dengan pemerintah pusat. Berdasarkan premis
ini, intinya hubungan keuangan pusat dan daerah adalah perimbangan keuangan.
Perimbangan adalah memperbesar pendapatan asli daerah sehingga lumbung keuangan
daerah dapat berisi lebih banyak.
Berbagai kenyataan mengenai hubungan
keuangan antara pusat dan daerah ada beberapa hal yang perlu di perhatikan. Pertama,
meskipun pendapatan asli daerah tidak banyak, tidak berarti lumbung keuangan
daerah tidak berisi banyak. Akan tetapi tidak bersumber dari pendapatan
sendiri, tetapi dari uang yang di serahkan pusat kepada daerah seperti subsidi
dan lain-lainnya. Kedua, Skema hukum perimbangan keuangan pusat dan daerah hanya
merupakan ilusi karena dalam keadaan apapun keuangan pusat akan lebih kuat dari
pada keuangan daerah. Ketiga, Meskipun sumber lumbung
keuangan daerah di perbesar, tidak aka nada daerah yang benar-benar mampu
membelanjakan secara penuh rumah tangganya sendiri.
BAB III
ANALISIS
Kesenjangan Das Sollen dan Das Sein terhadap Kebijakan Desentralisasi dan
Otonomi Daerah
Seiring dengan berjalannya roda reformasi dalam bidang hukum, terjadi
pergeseran pelaksanaan kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang
bergulir sejak di berlakukanya Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang
nomor 25 tahun1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat
dengan pemerintahan daerah dan kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan
daerah.
Dengan perkembangan Peraturan Perundang-undangan dan aspirasi
yang berkembang di masyarakat, ternyata Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tidak mampu menjawab seluruh permasalahan yang berkaitan dengan
penyenggaraan pemerintahan daerah dengan sistem desentralisasi dari pada menerapkan kebijakan menurut kami cenderung
masih mengara pada resentralisasi
dari pada menerapkan kebijakan otonomi daerah yang konsisten. Ada penilaian di
daerah bahwa kebijak otonomi daerah di gunakan pemerintah pusat hanya untuk
mengalikan beban administrasi daerah tanpa alokasi dana yang mencukupi.
Selain itu, pelaksanaan kebijakan
Otonomi Daerah menurut kami banyak diwarnai munculnya raja-raja kecil di daerah,
adanya anggapan tidak perlu ada konsultasi dan koorinasi antara pemerintah
pusat dengan pemerintahan provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Hal ini
menyebabkan konflik kepentingan nasional dan daerah.
Masalah yang lain adalah ketimpangan
antar daerah, selain beberapa kasus kegagalan pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat dan korupsi yang terjadi pada penyelenggaraan
pemerintahan daerah atas anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejateraan
rakyat, sebagai contohnya adalah Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh
bebrapa Kepala Daerah (Gubernur maupun Bupati/Wali Kota) yang selama ini masih
menghiasi pelaksanaan penyenggaraan pemerintahan daerah dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Revisi undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 secara komperhensif penting untuk memastikan pelaksanaan otonomi
daerah dalam memenuhi tujuan mendasarnya, yaitu mendekatkan Pemerintah kepada
masyarakat dan memberikan Pelayanan Publik (public
service) yang lebih baik, selain mendorong Partisipasi masyarakat dalam
proses kebijakan, sehingga terwujudnya pemerintahan yang mampu menciptakan
masyarakat yang sejahtera.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya sampai juga makalah ini pada ujungnya dari sekian banyak
rintangan dan semangat yang naik turun dari teman-teman kelompok.
Baiklah tanpa basi basi kami sudahi
makalah ini dengan penutup pembahasan yang tidak neko-neko bahwa kebijakan
pemerintah Desentralisasi dan Otonomi Daerah, jika kita mengamati perjalanan
otonomi daerah di Indonesia berdasarkan Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004,
ternyata masih banyak masalah yang di hadapi. Oleh sebab itu, penyelenggaraan
otonomi daerah harus di iringi dengan reformasi birokrasi yang di harapkan akan
merubah paradigma kinerja birokrasi penyelenggara pemerintah daerah.
Reformasi kinerja penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Menurut kami dapat di praktekan dengan menerapkan prinsip –
prinsip good governance atau pun reinventing government sebagai
alternative pelaksanaan peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo,
Sudikno. 2014. Perbuatan Melawan Hukum
Oleh Pemerintah.
Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Rosidin, Utang.
2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Di Lengkapi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan Perubahan-perubahannya.
Bandung: Pustaka setia.
Sirajuddin, dkk.
2012. Hukum Pelayanan Publik Berbasis
Keterbukaan Informasi dan
Partisipasi. Malang: Setara Press.
https://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
http://www.academia.edu/8786780/makalah_A._Kebijakan_desentralisasi_dan_otonomi_daerah_dalam_kontek_Negara_kesatuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar